Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanya 10 Persen yang Nikmati Hasil Kapitalisme

Kompas.com - 21/05/2011, 15:45 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Kemajuan ekonomi yang dihasilkan dari pilihan pemerintah pada kapitalisme pasar bebas hanya dinikmati 10 persen rakyat Indonesia. Karena itu, koperasi harus dikembangkan lagi karena mengandung nilai-nilai kebersamaan dan musyawarah dalam keadilan, seperti diamanatkan Dasar Negara Indonesia.

Demikian benang merah deklarasi berdirinya Masyarakat Koperasi Indonesia (MKI) di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/5/2011) siang. Penggagas MKI antara lain Burhanuddin Abdullah, Ajip Rosidi, Ganjar Kurnia, dan Rochmin Dahuri. Hadir memberikan sambutan, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Menurut Burhanuddin Abdullah, kegelisahan terhadap situasi kebangsaan saat ini terjadi pada semua generasi. Dari berbagai bentuk usaha di Indonesia, koperasi adalah yang terlemah. Padahal, melalui koperasi setiap orang dapat berpartisipasi setara dalam memanfaatkan kekayaan negara, seperti amanat Pasal 33 UUD 1945. Pemerataan kesejahteraan pun lebih adil, lebih cepat, dan lebih terjamin.

Meskipun produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2010 telah menjadi 3.000 dollar AS per kapita dari 735 dollar AS per kapita pada tahun 2000, menurut Burhanuddin, peningkatan kemakmuran itu hanya dinikmati 10 persen penduduk. Jumlah koperasi se-Indonesia ada 180.000 buah, tetapi sumbangan ekonominya hanya 5 persen.

Pengalaman di negara lain, koperasi mampu menjadi penggerak ekonomi dan memeratakan kesejahteraan. Amerika Serikat memiliki 60 koperasi yang besar usahanya berkelas dunia, Malaysia dan Singapura pun punya masing-masing dua koperasi berskala dunia."Kesan koperasi itu kecil dan tak berdaya harus dihapus," kata Burhanuddin.

Selain itu, koperasi juga menumbuhkan nilai-nilai kejujuran, kebersamaan, dan kepercayaan pada kemampuan sendiri.

Sementara Jusuf Kalla mengatakan, pilihan pada sistem kapitalis dipertanyakan kembali ketika negara-negara penganut kapitalisme pasar bebas mengalami krisis ekonomi. Peran pemerintah dalam mengatur ekonomi kembali diperlukan dan orang menengok lagi pada kebersamaan (koperasi) dan ekonomi syariah.

Meski demikian, Jusuf Kalla mengingatkan, untuk dapat berkembang koperasi harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan, misalnya dengan mengadopsi teknologi informasi, modernisasi industrialisasi, dan memerhatikan keinginan konsumen. "Koperasi harus dapat memberi yang terbaik, yang termurah, yang tercepat. Kuncinya efisiensi," kata Jusuf Kalla.

Dia mengingatkan, MKI jangan berhenti hanya sampai deklarasi. Sudah terlalu banyak institusi koperasi di Indonesia, mulai dari kementerian koperasi, dewan koperasi, hingga lembaga pendidikan koperasi. "Tetapi, semua hanya stempel, kurang terlihat hasil kerjanya," kata Jusuf Kalla.

MKI beranggotakan cendekiawan, akademisi, profesional, budayawan, aktivis, seniman, dan masyarakat umum yang ingin mencari jalan keluar atas persoalan sosial, ekonomi, dan budaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com