Jakarta, Kompas -
Harapan itu muncul dalam dialog ”Negara Islam Indonesia (NII), Ancaman Terorisme,
Para pembicara menegaskan, pengungkapan berbagai kasus radikalisme dan terorisme belakangan ini menggambarkan kampus menjadi sasaran kaderisasi kelompok garis keras. Tak hanya perguruan tinggi umum, perguruan tinggi agama pun dimasuki gerakan yang menghalalkan kekerasan atas nama agama itu. Mahasiswa yang menjadi korban sudah banyak terdata.
Adin mengakui, pengaderan di kalangan gerakan radikalisme memang telah bergeser, kini mendekati kalangan terdidik di sekolah dan kampus. Kampus dijadikan semacam proyek mencari bibit-bibit kelompok garis keras, seperti kelompok NII dan jaringan teroris lain.
Sudharto menceritakan, ada beberapa modus penyebaran jaringan radikalisme di kampus, setidaknya yang pernah diketahuinya di Undip. Beberapa mahasiswa dilaporkan hilang. Kadang dijumpai bisik-bisik yang mencurigakan dan rahasia.
Semua itu mencerminkan, gerakan radikalisme memang kian mengincar kampus. Kampus perlu waspada dan memperkuat langkah-langkah antisipasi. Salah satu caranya dengan menjadikan kampus sarana menyemai toleransi, tenggang rasa, penghargaan pada perbedaan. Itu dilakukan bersama oleh semua civitas academica. ”Kampus harus menjadi kawah candradimuka untuk menggodok mahasiswa agar cerdas, berpengetahuan, dan peduli pada lingkungan. Kembangkan nilai-nilai antiradikalisme lewat kegiatan kuliah, organisasi mahasiswa, asrama, atau kegiatan bersama lain,” katanya.
Menurut Yoga Ana, polisi menerima tuntutan masyarakat untuk menindak tegas gerakan radikalisme. Kepolisian berusaha memenuhi harapan tersebut dengan membentuk tim penyelidikan beranggotakan berbagai lembaga, menghimpun informasi dari banyak sumber, dan terus mengikuti perkembangan radikalisme.