Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Evaluasi Densus 88

Kompas.com - 16/05/2011, 21:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah agar mengevaluasi kinerja Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Desakan tersebut didasari atas peristiwa penggerebekan teroris di Sukoharjo, pada Sabtu (14/5/2011), yang menewaskan satu warga sipil, Nur Imam.

"Kita meragukan profesionalitas Densus 88 dalam melakukan assessment situasi dan kondisi di lapangan, ketika akhirnya warga sipil menjadi korban dalam penggerebekan tersebut," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, Senin (16/5/2011) di Jakarta.

Dalam catatan Kontras, pendekatan keamanan dengan senjata api sering kali digunakan aparat Densus 88 sepanjang dua tahun terakhir. Setidaknya dari enam operasi antiterorisme dalam tahun 2010, 24 orang tewas tertembak oleh Densus 88, sembilan orang luka tembak, 420 orang ditangkap dan diproses hukum, dan 19 orang ditangkap tetapi akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti terlibat dalam aksi teror.

Memasuki bulan Mei 2011, tercatat empat kali operasi Densus 88, sebanyak empat orang tewas, 35 orang ditangkap, dan lima orang lainnya ditangkap tetapi kemudian dibebaskan. Dari operasi penindakan terorisme tersebut, menurut Kontras, pada umumnya korban meninggal dengan luka tembak pada sasaran yang mematikan, seperti kepala, dada, dan jantung. "Nah, data ini kemungkinan akan semakin membesar jumlahnya jika kita membuka praktik-praktik penyimpangan lainnya yang dilakukan Densus 88 pasca-Bom Bali," tutur Haris.

Haris menjelaskan, setiap aparat hukum, seperti Densus 88, memang memiliki kewenangan untuk menggunakan senjata api. Adapun kewenangan tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Namun, menurut Haris, kewenangan tersebut hanya boleh dilakukan ketika aparat kepolisian berada dalam kondisi genting dan terdesak sebagaimana sudah diisyaratkan dalam standard operating procedure (SOP) Polri. "Jadi hal ini harus menjadi tolok ukur setiap aparat Densus 88. Jangan sampai kewenangan khusus yang melekat pada institusi antiteror ini digunakan secara semena-mena," kata Haris.

Oleh karena itu, Kontras mengimbau agar pemerintah dan seluruh jajaran yang terkait untuk segera melakukan evaluasi program deradikalisasi. Selain itu, Haris mengharapkan agar Densus 88 lebih terbuka dengan praktik-praktik pengawasan evaluasi dan independen sehingga dapat menjamin prinsip akuntabilitas institusi Polri.

"Jadi jangan hanya memberi pembenaran atas nama politik keamanan dunia saja. Tetapi, publik Indonesia ini butuh lembaga penegak hukum yang profesional, tunduk kepada otoritas sipil, patuh terhadap prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia, dan mampu memberi rasa aman kepada setiap warganya," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com