Kata oxymoron
Jika menyebut atau menulis frasa
Frasa oxymoron misalnya ”etika bisnis” atau ”moral politik”. Di negeri lain, praktik bisnis menjunjung etika karena sistem hukumnya dipatuhi setiap orang. Di mana pun, tujuan politik
Namun, bisnis di sini tak selalu beretika sejak era Ali Baba sampai era KKN versi reformasi. Politik tak bermoral karena skandal-skandal politisi melebihi yang terjadi di Hollywood. Kesimpulannya, bangsa ini telah lama terjangkit penyakit oxymoronology. Ia bukan cuma memelesetkan makna, melainkan juga merusak hakikat, mengelabui hati nurani, mengibuli diri sendiri, dan memecah belah.
Frasa oxymoron yang paling tepat menggambarkan kondisi bangsa belakangan ini ialah ”komedi tragis”. Komedi semestinya menghibur dan dilarang tragis. Namun, yang terjadi sebaliknya: semua tragedi bangsa mengandung elemen-elemen komedi yang jauh lebih jenaka ketimbang lawakan karena politisi lebih lucu daripada pelawak.
Contohnya, komedi pemilihan ketua umum
Tragisnya, yang melarang bukan pemilik suara 101 anggota PSSI yang menjalankan aktivitas sepak bola sehari-hari, mulai dari menyiapkan pertandingan sampai menggaji pemain. Lebih tragis lagi, pemilihan tergantung dari Statuta FIFA yang bolak-balik dilanggar dan ditegakkan sesuai dengan kebutuhan.
Komedi tragis yang berkaitan dengan olahraga yang akhir-akhir ini juga menyita perhatian berkaitan dengan penyidikan korupsi wisma atlet SEA Games. Siapa yang tak merasa geli: kita mau jadi tuan rumah SEA Games dan berambisi menjadi juara umum karena sudah lama haus gelar pesta olahraga multicabang ini.
Kisruh PSSI dan korupsi SEA Games melanggar prinsip-prinsip olahraga yang seharusnya dijunjung tinggi. Sepak bola secara universal dikenal sebagai the beautiful game yang mengedepankan asas fair play, tetapi di negeri ini berubah jadi the ugly game dan mengedepankan asas unfair play.