Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Siap Berunding Soal RUU BPJS

Kompas.com - 12/05/2011, 05:05 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah siap berunding dengan DPR untuk menyusun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang ideal. Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang BPJS DPR bakal bertemu pemerintah dalam rapat pembahasan RUU BPJS perdana di Jakarta, Kamis (12/5).

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus DW Martowardojo di Jakarta, Rabu, mengatakan, pemerintah akan membahas RUU BPJS bersama DPR. ”Pemerintah siap berunding,” ujarnya.

Agus menolak menjawab lebih rinci terkait sikap pemerintah terhadap RUU BPJS. Menkeu dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BaPerencanaan Pembangunan Nasional adalah koordinator pembahasan RUU BPJS dari pemerintah.

Keduanya dinilai mengerti batasan jaminan sosial yang bisa diberikan pemerintah agar kesinambungan ekonomi tetap berjalan. Pemerintah ingin agar BPJS berjumlah lebih dari satu dan tidak berbadan hukum publik wali amanat.

Dalam daftar inventarisasi masalah RUU BPJS, pemerintah mengusulkan pembentukan dua BPJS, yakni BPJS kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian, serta BPJS pensiun dan hari tua. Kedua BPJS akan menjalankan jaminan sosial sesuai klasifikasi mereka.

Pembentukan BPJS yang baru dimungkinkan sesuai Pasal 5 Ayat 4 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Adapun empat badan usaha milik negara (BUMN) penyelenggara jaminan sosial yang sudah ada, yakni PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero) tetap beroperasi sesuai Pasal 5 Ayat 2 dan 3 UU SJSN.

Sekretaris Jenderal Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Said Iqbal mengatakan, RUU BPJS harus mencantumkan penetapan dan pengaturan. KAJS menolak BPJS berbadan hukum perseroan terbatas atau BUMN.

”Badan hukum BPJS adalah wali amanat,” ujar Iqbal.

Secara terpisah, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Allgaf meminta DPR tidak memaksakan harus BPJS tunggal yang bermakna melebur BUMN penyelenggara jaminan sosial yang ada. Menurut Latief, reformasi jaminan sosial dengan mengutamakan BPJS sangat aneh dan tidak lazim apalagi memaksakan pembongkaran BPJS yang ada.

Menurut Latief, reformasi jaminan sosial biasanya bertolak dari cakupan, desain program, kapasitas fiskal, dan tata kelola. Negara yang memiliki banyak BPJS, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina memilih memperluas cakupan perlindungan dengan membentuk BPJS baru.

”Jika DPR tetap mengejar kepentingan populis dan mengabaikan aspek teknis, justru akan memperburuk reformasi jaminan sosial,” ujar Latief. (HAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com