Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telekonferensi Mudah dan Murah Lho, Pak

Kompas.com - 08/05/2011, 13:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Masih ingat cerita Teguh Iskanto, mahasiswa Indonesia di Australia, yang berbagi cerita jalannya dinamika diskusi dengan delegasi Komisi VIII DPR yang melakukan kunjungan kerja ke Australia? Salah satu hal yang dipertanyakan para mahasiswa adalah mengapa Dewan tak memilih melakukan telekonferensi dengan pihak yang dibutuhkan? Dengan kemajuan teknologi saat ini, cara ini dinilai sangat mungkin dilakukan.

"Salah satu kawan saya (pas saat sesi kacau) sempat berteriak, “Kenapa nggak pakai teleconference aja sih Pak?” Pada saat itu, Bapak Karding menjawab, “Wah, itu kan teknisnya terlalu rumit…," demikian kutipan tulisan Teguh.

Jawaban yang disampaikan Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding adalah rumit sehingga DPR tak memilih telekonferensi sebagai salah satu jalan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan rancangan undang-undang. Benarkah telekonferensi rumit?

Mudah dan lebih murah

Pakar IT security Ruby Alamsyah mengungkapkan, penyelenggaraan telekonferensi sesungguhnya tidak serumit yang dibayangkan. Dengan kemajuan teknologi dan ketersediaan perangkat saat ini, hal itu sangat mungkin dilakukan tanpa hambatan dan terjamin keamanannya. Pengadaan perangkatnya juga jauh lebih murah jika dibandingkan dengan biaya kunjungan kerja DPR ke luar negeri yang berangka miliaran rupiah.

"Masyarat biasa saja, seperti kita bisa video conference. Setiap saya di luar negeri pakai video conference, anak saya juga bisa menggunakannya. Minimal pakai Skype. Apalagi, di negara maju pasti mengerti Skype. Tetapi, untuk telekonferensi pejabat negara, mungkin akan aman dan nyaman jika tidak menggunakan jalur publik seperti Skype. Ada alternatif lain, dengan jalur privat," ujar Ruby kepada Kompas.com, Jumat (6/5/2011).

Ia memaparkan, teknologi yang tersedia saat ini adalah IP based, dengan menggunakan jalur internet yang lebih aman. "Ada yang namanya VPN atau virtual private network, dibikin khusus. Walaupun menggunakan jalur publik, jalur umum itu dibikin enkripsi sehingga hanya pihak A dan B yang bisa mendengar. Ada teknologinya. Bukan teknologi yang enggak mungkin dibeli. Yang penting, kedua belah pihak pakai enkripsi yang sama. VPN itu jalur di dunia maya, di mana jalur publik dijadikan jalur pribadi," katanya.

Namun, untuk membuat jalur menjadi jalur pribadi, tak perlu repot. Menurut Ruby, perangkat video conference sudah built in dengan enkripsi tersebut. "Enggak perlu sesuatu yang teknologi tinggi," ujarnya.

Untuk mengadakan telekonferensi ini juga tak dibutuhkan prasyarat kedua belah pihak harus memiliki perangkat dengan merek atau kecanggihan yang sama. "Yang penting, enkripsinya sama," kata Ruby.

Berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan perangkat telekonferensi ini?

"Kalau mau diadakan di setiap ruang komisi, anggarannya paling di bawah 100 juta (rupiah). Sudah bisa nyala dan bisa dipakai sampai kapan pun. Kalau mau dibikin murni kayak ruangan khusus, di-setting seperti meeting beneran, dengan banyak layar, saya pikir hanya beberapa ratus juta (rupiah). Di sini (Indonesia) ada kok dijual. Seperti perangkat yang digunakan Presiden Amerika Obama saat menyaksikan operasi terhadap Osama," papar Ruby.

Menurut dia, cara ini sebaiknya dijadikan pertimbangan oleh Dewan. Apalagi, jika data yang diperlukan bisa didapatkan tanpa harus melakukan kunjungan langsung. Ia meyakini, model telekonferensi sudah lazim digunakan di negara-negara maju yang kerap menjadi negara tujuan studi banding.

"Mungkin bisa dilakukan evaluasi terhadap kunjungan kerja selama ini. Misalnya, data seperti apa yang dibutuhkan, klasifikasinya apa. Apakah ada data klasifikasi rahasia yang bisa didapatkan kalau melakukan kunjungan kerja itu. Kalau hanya data umum yang bisa dijangkau dengan teknologi, pasti akan mengurangi ketidakproduktifan kunjungan kerja yang menghabiskan lebih besar uang negara," ujarnya.

Ruby menambahkan, data bersifat public services yang lazim diperoleh anggota Dewan dalam studi banding sesungguhnya juga bisa didapatkan secara online. "Karena, di negara-negara maju biasanya mereka sudah sistem online semua, entah itu perpustakaan atau sistem pelayanan. Saya pikir juga akan lebih cepat mendapatkan datanya. Bisa lewat e-mail juga. Proses komunikasi paling lima menit. Tidak menghabiskan waktu dan hemat uang rakyat," kata Ruby.

Rekomendasi PPIA

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) M Subhan menegaskan, masukan yang disampaikan pihaknya murni untuk memberikan kontribusi guna meningkatkan efektivitas kerja Komisi VIII DPR. "Hal ini adalah bukti kepedulian kami terhadap Komisi VIII DPR dalam upaya tulus kami membantu mewujudkan tatanan pemerintahan yang lebih baik di Indonesia lewat organisasi kami di PPIA," kata Subhan dalam pernyataan persnya kepada Kompas.com.

Dalam evaluasi dan rekomendasinya, PPIA juga memberikan catatan bahwa sejumlah informasi yang didapatkan Dewan dengan melakukan pertemuan tatap muka sesungguhnya bisa diperoleh melalui situs yang bisa diakses publik. Salah satu contoh, pertemuan Tim Panja Komisi VIII terkait RUU Fakir Miskin Komisi VIII dengan Mr Stephen Kelly, Manager for Aged Care and International Programs, Department of Health and Services, dan Mr Peter Van Vliet, Assistant Secretary Multicultural Affairs Department of Immigration and Citizenship. Proses penyajian informasi yang dilakukan dengan cara paparan yang disampaikan secara verbal oleh penyaji, dengan metode presentasi Power Point, ceramah, maupun tanya jawab, dinilai tidak harus dilakukan di Australia.

"Terlebih lagi, sebagaimana tersaji dalam Lampiran 3, data yang diungkapkan oleh Mr Stephen Kelly dalam presentasinya, misalnya, dapat ditelusuri dari situs http://www.humanservices.gov.au/customer/ dan dapat dipelajari dengan baik oleh Komisi VIII DPR dari Indonesia," demikian evaluasi PPIA.

Dalam rekomendasinya, PPIA juga mengusulkan agar Dewan bisa mempertimbangkan cara yang lebih efektif dan murah, salah satunya dengan mendatangkan narasumber ke Indonesia. Selain itu, "Mengoptimalkan jalur komunikasi dan informasi elektronik yang formal yang dimiliki DPR RI (www.dpr.go.id) dan dapat dengan mudah diakses publik untuk menyampaikan publikasi hasil kunjungan kerja Komisi VIII DPR ke Australia," kata Subhan dalam rilis evaluasi dan rekomendasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

    Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

    Nasional
    Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

    Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

    Nasional
    Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

    Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

    Nasional
    5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

    5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

    Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

    Nasional
    Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Nasional
    PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

    PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

    Nasional
    Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

    Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

    DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

    Nasional
    Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

    Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

    Nasional
    Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

    Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

    Nasional
    Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

    Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

    Nasional
    Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

    Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

    Nasional
    Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

    Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

    Nasional
    Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

    Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com