Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Pancasila Dihapus

Kompas.com - 06/05/2011, 03:07 WIB

Jakarta, Kompas - Dihapuskannya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi hanya Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan membawa konsekuensi ditinggalkannya nilai-nilai Pancasila, seperti musyawarah, gotong royong, kerukunan, dan toleransi beragama.

Padahal, nilai-nilai seperti itu kini sangat dibutuhkan untuk menjaga keutuhan suatu bangsa yang pluralistis.

Sejumlah guru di beberapa daerah, Kamis (5/5), mengatakan, kini sangat sulit menanamkan nilai-nilai seperti musyawarah, gotong royong, dan toleransi beragama kepada murid-murid karena pelajaran Kewarganegaraan lebih menekankan aspek wacana dan hafalan.

”Sesuai kurikulum, materi yang diberikan memang hanya hafalan dan penambahan pengetahuan. Sedikit peluang penanaman nilai dan pembentukan moral anak,” kata Kepala SMAN 1 Lawa, Muna, Sulawesi Tenggara, La Ose.

Di jenjang SMA, misalnya, ditekankan soal hakikat negara dan bentuk-bentuk kenegaraan, sistem hukum dan peradilan nasional, serta peranan lembaga-lembaga peradilan. Ditekankan pula soal partai politik, pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia, serta kedudukan warga negara.

Pancasila hanya disinggung sedikit di kelas III SMA atau kelas XII pada semester pertama. Itu pun hanya satu bab dalam materi Pancasila sebagai ideologi terbuka.

”Pendidikan karakter yang dibebankan kepada guru tak akan efektif karena kurikulum yang ada tidak aplikatif,” kata Kepala SMA Pembangunan Yogyakarta Maruli Taufik.

Guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMAN 13 Jakarta, Retno Listyarti, mengatakan, Pendidikan Kewarganegaraan semestinya bisa menjadi ”pintu masuk” untuk pendidikan dan pembentukan karakter siswa serta penanaman nilai-nilai kebangsaan atau nasionalisme dan patriotisme. Namun, ”pintu masuk” ini tidak berjalan efektif karena guru yang mengajar Pendidikan Kewarganegaraan banyak yang tidak sesuai dengan kompetensi.

Ia juga menilai, pemerintah tidak sungguh-sungguh menangani pendidikan karakter. Pasalnya, guru dan sekolah harus memikirkan sendiri karakter murid seperti apa yang akan dibentuk.

Di sisi lain, guru sulit menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme karena sulit mencari teladan atau contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com