Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menagih Komitmen

Kompas.com - 04/05/2011, 03:36 WIB

Sedikitnya 15.000 pekerja memadati jalan-jalan protokol untuk merayakan Hari Buruh Internasional di Jakarta, Minggu (1/5). Meski buruh lebih mendominasi aksi, perjuangan mewujudkan Sistem Jaminan Sosial Nasional, seperti disuarakan kaum buruh, sebenarnya juga perjuangan rakyat.

Mereka mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dibutuhkan rakyat. Pembahasan RUU BPJS sudah memasuki masa krusial.

Pembahasan dasar hukum BPJS sebagai pelaksana amanat UU SJSN hanya memiliki waktu 47 hari kerja lagi, 9 Mei-15 Juli 2011. Apabila pemerintah dan DPR gagal menyepakati dan mengesahkan RUU BPJS, seperti masa sidang pertama dan kedua yang lalu, rakyat Indonesia akan gigit jari.

Kita hanya bisa menunggu DPR hasil Pemilihan Umum 2014 dan berharap mereka mau mengulangi proses penyusunan RUU BPJS dari awal. Itu pun dengan catatan, DPR cukup sadar untuk memulai hak inisiatif seperti sekarang.

Dalih anggaran terbebani sambil terus menunda pelaksanaan SJSN justru menunjukkan keengganan. Pemerintah seperti tersentak saat Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), yang beranggotakan 67 elemen serikat buruh dan organisasi masyarakat, mulai menggalang gerakan massal di seluruh Indonesia setiap hari buruh internasional sejak tahun 2010. KAJS pun menggelar aksi damai yang berpusat di Jalan Sudirman dan Thamrin, Jakarta, menuntut penyusunan regulasi pendukung untuk melaksanakan SJSN.

Dalam rapat dengan sejumlah menteri pada 8 April lalu, Wakil Presiden Boediono memutuskan, pembahasan RUU BPJS berlanjut. Pemerintah siap membahas RUU BPJS bersama DPR mulai 9 Mei. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, pemerintah akan menghitung dengan cermat anggaran yang dibutuhkan untuk membayar iuran SJSN. Sebenarnya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda melaksanakan SJSN. Presiden semestinya memakai cara pandang konstitusional berdasarkan Pasal 28h Ayat 3 dan Pasal 34 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 serta UU No 40/2004 dengan melibatkan masyarakat dan pekerja yang mampu untuk menjalankan SJSN.

Integrasi

Pemerintah tinggal mengintegrasikan alokasi dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sedikitnya Rp 5 triliun per tahun untuk mengawali SJSN, menggunakan alokasi dana kesehatan 5 persen dari APBN sesuai UU Kesehatan, menarik iuran dari peserta sesuai UU No 40/2004 dengan meningkatkan kepesertaan aktif jaminan sosial tenaga kerja dari 9,4 juta orang menjadi 32 juta orang, dan memungut iuran sesuai kemampuan bagi pekerja yang berpenghasilan di atas upah minimum.

Pelaksanaan SJSN secara bertahap akan memudahkan pemerintah mengatur napas. Namun, mengumpulkan iuran sejak saat ini bisa mengakumulasikan dana sedikitnya Rp 20.000 triliun pada 2020. Sungguh bukan jumlah yang sedikit.

Dengan dana sebanyak ini, BPJS-BPJS dengan persetujuan dan pengawasan dewan wali amanat (seperti dewan komisaris di perseroan terbatas) bisa menyalurkan dana untuk investasi di sektor riil yang menciptakan lapangan kerja. Jumlah pengangguran terbuka akan berkurang secara bertahap dan beban fiskal pemerintah terhadap orang miskin pun berkurang.

Saat orang bekerja lebih banyak dari yang menganggur, jumlah kelas menengah pun akan bertambah. Minat orang berwirausaha meningkat karena suku bunga kredit perbankan turun untuk mengimbangi BPJS-BPJS. Yang paling penting, para pekerja akan dapat membayar iuran jaminan sosial untuk menikmati manfaat yang lebih baik. Pemerintah pun bisa mengalihkan alokasi anggaran untuk menekan kemiskinan, yang tahun 2011 mencapai Rp 86,1 triliun, untuk kepentingan lain yang bersifat jangka panjang.

Kini rakyat menagih komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melindungi dengan adil. Rakyat ingin melihat pemerintah sigap membela mereka, seperti saat pemerintah menalangi Bank Century. (hamzirwan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com