Jakarta, Kompas -
Imbasnya, jam kerja menurun dan tidak ada lembur lagi. ”Bulan lalu dan bulan ini tidak ada lembur karena perusahaan yang menjadi konsumen onderdil elektronik sedang mengurangi produksi,” tutur Sanusi (37), buruh di pabrik pembuat onderdil elektronik di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (3/5).
Padahal, besar uang lembur bisa melebihi gaji pokok. Sanusi yang mempunyai gaji pokok Rp 1,7 juta bisa membawa uang
Padahal, uang lembur itu merupakan tambahan yang besar karena bisa melebihi gaji pokok. Gejala pengurangan gaji sudah terasa saat penerimaan upah bulan April. ”Saya hanya terima
Gaji bulan lalu tergolong lumayan karena masih ada sedikit upah lembur. Penerimaan bulan Mei inilah yang dikhawatirkan karena lembur sama sekali tidak ada. Pekerja hanya bekerja sesuai dengan waktu giliran kerja yang telah ditentukan.
Sejumlah pekerja kontrak yang masa kerjanya habis pada bulan-bulan ini juga menerima nasib lebih buruk. Kontrak mereka diputus sementara sampai order yang diterima perusahaan membaik.
Keresahan juga menghinggapi para pekerja di PT Meiwa Indonesia, perusahaan produsen interior otomotif yang berlokasi di Jalan Raya Bogor, Depok, Jabar. Di perusahaan itu juga tak ada lagi waktu lembur. ”Padahal, pada saat lembur, kami bisa mendapatkan tambahan penghasilan. Setelah tsunami di Jepang, jam lembur tidak ada,” kata Sugino, karyawan PT Meiwa Indonesia yang juga Ketua Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Depok.
Pascabencana di Jepang, kini tidak ada lagi kepastian masuknya bahan baku dari negara itu. Konsumen utama PT Meiwa Indonesia adalah perusahaan otomotif Jepang, seperti Toyota, Suzuki, dan Yamaha. Apabila kondisi ini tidak berubah, para pekerja khawatir ada rasionalisasi. Pengalaman itu pernah terjadi pada 2008 akibat krisis global. Ketika itu, 370 karyawan PT Meiwa Indonesia mengalami pensiun dini.
Sementara itu, PT Sanyo Jaya Components Indonesia (SJCI) di Depok, yang memproduksi kamera digital, telah merumahkan 300 buruh kontrak pascabencana di Jepang. Namun, Slamet Riyadi, Supervisor Ekspor Impor PT SJCI, menyatakan, sampai saat ini belum ada keputusan merumahkan karyawan tetap sebanyak 5.000 orang.
Meski demikian, menurut Slamet, para pekerja tetap dihantui rasa khawatir karena suplai sejumlah bahan baku dari Jepang sampai saat ini tidak jelas. Pasokan lensa dari Jepang untuk dua model kamera digital, misalnya, berhenti total. Hal ini terjadi karena tempat produsen lensa dari Jepang hancur dihantam tsunami.
”Oleh sebab itu, untuk sementara waktu dua model kamera itu tidak dibuat lagi,” katanya.
Imbas melambatnya produksi sejumlah perusahaan juga dirasakan warga di sekitar pabrik otomotif dan barang elektronik buatan Jepang. Munawati (53), warga Kelurahan Karangasem Timur, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jabar, mengaku, dalam sebulan terakhir omzet warung kelontongnya turun dari Rp 600.000 menjadi Rp 400.000 per hari karena pekerja PT Gaya Motor berkurang pascatsunami Jepang. PT Gaya Motor masih satu grup dengan PT Astra International.
”Dua pekerja bagian kayu yang indekos di rumah saya memilih keluar. Mereka