Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Radikalisme Menyelinap di Bumi Moderasi

Kompas.com - 04/05/2011, 02:34 WIB

Moderasi

Sosiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Hotman M Siahaan, melihat pertumbuhan radikalisme yang menjadi akar terorisme memanfaatkan kecenderungan moderasi keberagamaan di Jatim. ”Mayoritas warga Muslim Jatim adalah Nahdlatul Ulama (NU) yang bersikap moderat, toleran terhadap perbedaan. Ketika di sekitarnya ada yang nyeleneh, dipandang sebagai perbedaan yang harus diterima. Dampaknya kontrol masyarakat terhadap gerombolan terorisme justru lemah,” tutur Hotman M Siahaan.

Di samping itu, kata Hotman, radikalisme juga bisa dipicu dari kekecewaan serta protes terhadap tokoh dan nilai lama yang dianggap tidak lagi bisa menampung aspirasi baru. Mereka keluar dari patron lama, seperti kiai. Hotman mencontohkan, sikap kiai yang partisan secara pragmatis melahirkan gelombang protes secara diam-diam. Kekecewaan, protes, lepasnya seseorang dari patron atau panutannya menjadi sasaran empuk persemaian kader oleh jaringan terorisme.

Rektor UMM Muhajir Effendy, yang 10 mahasiswanya jadi korban perekrutan jaringan NII, mengatakan, aparat penegakan hukum semestinya bisa bertindak pre-emptive strike, dalam keadaan warga negara mengalami ancaman yang nyata sebagaimana perekrutan NII yang menelan korban materi ini.

Menurut Muhajir, hukum pidana lemah karena harus menunggu laporan korban untuk bertindak. Di UMM saja, dari delapan mahasiswa yang diungkap dan mengaku, sudah muncul kerugian senilai Rp 100 juta lebih. Padahal, diyakini aksi sejenis dilakukan bertahun-tahun di semua kota dan komunitas mahasiswa.

Korban perekrutan NII akan cenderung bersikap diam dan bungkam meski kemudian keluar dari organisasi itu. Mereka menghadapi perasaan takut dari atas dan bawah. Di atas mereka diancam bunuh dan di bawah mereka sudah merugikan lingkungan sosialnya yang diminta atau ditipu uangnya. Jadi korban memilih sikap diam saja jika kembali ke lingkungannya. ”Ini kunci metode ini sehingga korban yang tertekan ini pilih diam saja,” ungkap Muhajir lagi. (Anwar Hudijono/Dody Wisnu Pribadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com