Jakarta, Kompas -
Dengan begitu, kita bisa menjalani kehidupan dengan lebih tenang. Kedaulatan negara juga terjaga. Demikian diungkapkan mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Senin (2/5) di Jakarta.
Menurut dia, terorisme berkembang dengan ditopang ideologi yang menghalalkan kekerasan atas nama agama. Dengan ideologi antikemanusiaan, kelompok itu tega melakukan bom bunuh diri untuk membunuh orang lain.
”Akibat terorisme, orang akan merasa, hidup di Indonesia tidak lagi aman dan nyaman. Orang jadi apatis. Apa ada gunanya Indonesia, apa gunanya Pancasila? Itu repot sekali,” katanya.
Kepercayaan umat pada bangunan bangsa dan negara pun rusak. Lebih dari itu, terorisme dengan mengatasnamakan Islam akhirnya juga mencitrakan Islam lekat dengan terorisme. Padahal, sesungguhnya Islam dan semua agama itu mengajarkan perdamaian.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi aksi terorisme yang menghantui Indonesia selama 10 tahun terakhir. Sejak tahun 2000 sampai sekarang, setidaknya ada 13 kasus bom yang meledak di beberapa kota, seperti di Jakarta, Bali, Medan, dan Makassar. Selain menewaskan 286 orang dan melukai sedikitnya 1.040 orang, kekerasan itu juga menebarkan ancaman gangguan keamanan.
Menurut Syafii, masih munculnya serangan bom di beberapa tempat juga menjadi bukti, kelompok teroris itu masih ada. Keberadaan mereka nyata, bukan dibuat-buat, juga bukan ulah intelijen atau direkayasa. Memang ada teologi atas nama agama yang menghalalkan darah orang lain yang tak sependapat dengan mereka. Itu teologi sesat.
”Teror dilakukan orang yang terpinggirkan dan berani mati. Orang yang tidak berani hidup, beraninya mati. Mereka tidak punya tawaran untuk memperbaiki keadaan,” katanya.
Mereka itu kelompok kecil, tetapi berbahaya. Mereka merasa benar di jalan yang sesat. Lebih berbahaya lagi, karena mereka terus membangun jaringan baru. Sekolah, bahkan perguruan tinggi, disusupi kelompok itu dan anak-anak sekolah atau mahasiswa digoda untuk ikut masuk.
”Pemerintah harus lebih tegas. Masyarakat juga harus awas. Jangan tunjukkan simpati pada mereka,” kata Syafii.
Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub mengatakan, teroris yang mengatasnamakan Islam untuk jalan kekerasan sebenarnya telah salah menafsirkan teks Al Quran. Mereka adalah orang yang tak mampu memahami kitab suci dengan cara yang tepat, melainkan dengan cara sepotong-potong.
Dari Aceh dilaporkan, dua dari enam terduga kasus bom buku yang ditangkap beberapa waktu lalu resmi ditetapkan sebagai tersangka.