Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla: Ketidakadilan Suburkan Radikalisme

Kompas.com - 30/04/2011, 02:29 WIB

Jakarta, Kompas - Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengingatkan, ada lahan yang terbuka untuk tumbuh suburnya radikalisme di Indonesia. Lahan itu adalah ketidakadilan dalam berbagai bidang, yang dirasakan sebagian masyarakat. Radikalisme, yang salah satu perwujudannya adalah terorisme, tak akan bisa tumbuh jika negara ini sudah makmur.

”Di negara yang sudah makmur, seperti Singapura dan Malaysia, radikalisme tidak memiliki tempat untuk tumbuh. Akar radikalisme adalah ketidakadilan dan kita belum makmur. Untuk mengatasi radikalisme, ya jangan biarkan ada ruang tidak nyaman yang dirasakan masyarakat di negeri ini,” kata Kalla kepada Kompas di Jakarta, Jumat (29/4).

Kalla, yang kini menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), menuturkan, untuk mengetahui akar radikalisme, paling mudah adalah mengandaikan diri kita menjadi bagian dari kelompok radikal tersebut. ”Apa yang dikatakan pimpinannya sehingga orang tergerak untuk bergabung? Kira-kira ia menjelaskan kondisi bangsa ini dan bagaimana mengatasinya. Mereka menawarkan cara mengatasi ketidaknyamanan yang masih dirasakan sebagian rakyat itu,” katanya.

Menurut Kalla, dengan munculnya gerakan radikalisme lagi, baik melalui terorisme maupun jaringan Negara Islam Indonesia (NII) yang merekrut kaum muda, berarti tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut selama ini belum cukup. Namun, bukan berarti pemerintah bisa langsung mematikan pikiran yang berbeda. NII sebagai sebuah pemikiran tidak bisa diadili. Mereka bisa diadili karena melakukan penipuan, penculikan, atau jika mendeklarasikan diri sebagai negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dia mengakui, mengatasi radikalisme tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri. Semua komponen bangsa harus terlibat.

Kewalahan atasi NII

Dari Yogyakarta, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Jumat, menyatakan, pemerintah kesulitan mengatasi penyebaran jaringan NII. Tidak ada undang-undang (UU) yang bisa dijadikan landasan untuk mengendalikan gerakan ini sejak dini.

”Kami bisa melihat, tetapi tidak bisa bertindak,” kata Purnomo.

Menurut Purnomo, pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional dan RUU Intelijen untuk meredam gerakan radikal, seperti jaringan NII. Namun, banyak lembaga swadaya masyarakat yang tidak menyetujui RUU itu. ”Singapura dan Malaysia mempunyai UU yang keras terhadap hal seperti ini. Memang masyarakat Indonesia masih trauma dengan pengalaman masa Orde Baru, tetapi situasinya sekarang sudah berbeda,” tuturnya.

Meski belum ada UU untuk dasar mengatasi gerakan radikal, menurut Purnomo, pemerintah tidak tinggal diam dan memantau perkembangan gerakan jaringan NII.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com