Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemekaran Masih Bermasalah

Kompas.com - 25/04/2011, 04:35 WIB

Pemekaran suatu daerah dipandang perlu demi mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Namun, di sisi lain banyak wilayah hasil pemekaran ternyata gagal menyejahterakan warganya.

Pemekaran wilayah bergulir sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan Daerah. Aturan ini memberikan panggung bagi semangat desentralisasi yang meminimalkan campur tangan pusat, dalam pengelolaan sumber daya alam, keuangan daerah, termasuk pemilihan kepala daerah. Selama tahun 1999-2004 tercatat terbentuk 148 daerah otonom baru.

Namun, regulasi itu menyimpan kelemahan, antara lain tak tegas mengatur tata cara pembentukan daerah baru. Akibatnya, banyak daerah pemekaran bermasalah karena mengabaikan studi kelayakan potensi daerah dan kemampuan ekonomi.

Aturan pemerintahan daerah ini direvisi melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diturunkan dalam PP Nomor 78 Tahun 2007. Peraturan yang baru ini lebih tegas. Selain persetujuan DPRD, usulan pemekaran daerah harus melampirkan dokumen aspirasi masyarakat, hasil kajian, dan peta wilayah calon daerah baru. Selain itu, kriteria dasar kelulusan juga ditambah, tak hanya mendasarkan pada total skor penilaian, tetapi juga hasil studi kelayakan keuangan yang komprehensif.

Hasilnya? UU baru itu tetap sulit membendung pemekaran. Sebanyak 63 daerah otonom baru terbentuk dalam rentang waktu 2005-2009. Hingga akhir 2009 daerah otonom seluruhnya menjadi 399 kabupaten, 98 kota, dan 33 provinsi. Masuk akal jika kemudian penundaan (moratorium) pemekaran wilayah akhirnya diserukan Presiden Susilo Bambang Yuhoyono, dan berlaku efektif pada 2010.

Moratorium memang tepat. Kajian Litbang Kompas menunjukkan penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat di tiga dari setiap lima daerah pemekaran. Dari 140 daerah pemekaran yang dikaji selama periode 2005-2008, 62 persen atau 87 daerah indeksnya tercatat menurun meski ini bukan mutlak fenomena daerah pemekaran. Secara keseluruhan, kondisi minim terjadi di 277 daerah otonom atau mencakup 64 persen dari daerah pemekaran, induk ataupun daerah yang belum dimekarkan.

Yang patut dicermati adalah sekitar sepertiga daerah ”tidak berprestasi” itu justru dijumpai di Jawa. Di luar Jawa, terjadi di Sumatera dan Kalimantan.

(Yuliana Rini DY/ Indah Surya W/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com