Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Revisi UU KPK Penuh Jebakan!

Kompas.com - 24/04/2011, 15:58 WIB
Hindra Liu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch menyatakan ada sejumlah jebakan pada Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Adanya sejumlah jebakan ini disampaikan setelah ICW diundang untuk memberikan masukan terhadap RUU KPK pada 13 April silam.

Pada pertemuan itu, kata peneliti hukum ICW, Febri Diansyah, DPR sempat menanyakan 10 poin yang rencananya akan dimasukkan ke dalam draf Naskah Akademik dan RUU KPK. Kesepuluh poin itu adalah tumpang tindih dan "rebutan" perkara korupsi antarinstitusi penegak hukum, prosedur KPK melakukan penyadapan, kemungkinan KPK mempunyai penyidik sendiri, perwakilan KPK di daerah, kewenangan menerbitkan SP3, efektivitas pelaksanaan tugas KPK dan kemungkinan peninjauan ulang kewenangan KPK, peningkatan fungsi pencegahan KPK, pelaksanaan koordinasi dan monitoring KPK terhadap penyelenggaraan pemerintahan, mekanisme pergantian antarwaktu pimpinan KPK, dan efektivitas atau rencana peninjauan konsep kolektif dalam pengambilan keputusan KPK.

"Ada sejumlah jebakan dalam 10 poin DPR tersebut. Memang disebutkan beberapa poin menarik dan seolah-olah ingin memperkuat KPK, seperti kemungkinan KPK jadi penyidik tunggal korupsi dan perekrutan penyidik sendiri. Namun, delapan poin lainnya bisa melemahkan KPK dengan sangat telak. Kami menilai, poin-poin tersebut adalah upaya menyerang jantung KPK," kata Febri pada jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (24/4/2011).

Febri menambahkan, sekalipun ada yang positif dalam draf yang sedang disusun Setjen DPR, dalam kondisi politik dan rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga DPR, ICW khawatir poin-poin tersebut hilang dalam pembahasan.

"Atau, poin tersebut hanyalah 'gula-gula' dan siasat politik," katanya.

Febri mengatakan, usulan RUU KPK bermula dari sebuah surat bernomor PW01/0054/DPR-RI/1/2011 tanggal 24 Januari 2011. Surat tersebut ditulis oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso kepada Ketua Komisi III DPR Benny K Harman. Pada surat tersebut, Priyo meminta Komisi III menyusun draf naskah akademik dan RUU KPK.

RUU KPK itu, menurut ICW, bisa jadi merupakan serangan balik terhadap institusi KPK. Sampai saat ini, ICW mencatat bahwa KPK sudah memproses 42 anggota DPR yang tersangkut delapan kasus korupsi. Jika kedelapan kasus ini diproses hingga tuntas, ICW memperkirakan ada lebih dari 100 anggota DPR terjerat.

"Hal ini tentu saja menjadi ancaman serius bagi kekuatan politik. Ke depan, hal ini akan sangat mengancam dan merugikan kekuatan politik yang sebagiannya masih dibangun berdasarkan politik transaksional yang korup," kata Febri.

Pada kesempatan tersebut, ICW mengajak masyarakat serta tokoh-tokoh politik dan anggota DPR yang masih belum terkontaminasi virus korupsi untuk menolak revisi UU KPK.

"ICW juga menagih komitmen dan tanggung jawab Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak terlibat dalam siasat politik mengerdilkan atau membubarkan KPK, serta mendukung upaya pemberantasan politik secara politik," kata Febri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

    Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

    Nasional
    Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

    Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

    Nasional
    e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

    e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

    Nasional
    Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

    Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

    Nasional
    MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

    MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

    Nasional
    Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

    Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

    Nasional
    4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

    4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

    Nasional
    Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

    Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

    Nasional
    Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

    Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

    Nasional
    Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

    Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

    Nasional
    Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

    Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

    Nasional
    Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

    Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

    Nasional
    Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

    Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

    Nasional
    Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com