Jakarta, Kompas
”Harus ada lembaga pengawas ataupun semacam badan di DPR yang dapat meminta pertanggungjawaban kerja intelijen. Kita sebagai mitra kerja Badan Intelijen Negara (BIN) kerap
Masalah mendasar lainnya dalam RUU Intelijen adalah tumpang tindih peran koordinasi dan eksekusi oleh Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN), kewenangan penangkapan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM seperti penahanan 7 x 24 jam tanpa pemberitahuan kepada keluarga serta pendampingan hukum, terbatasnya akses informasi intelijen yang dapat dibuka, serta minimnya kerja sama antarsesama lembaga intelijen dalam hal berbagi informasi.
Menurut Helmy, saat ini terjadi tarik-menarik antara pemerintah dan Komisi I DPR. Helmy menuntut transparansi informasi terhadap operasi intelijen sesuai dengan Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik. ”Sifatnya harus
Sementara itu, Direktur Program Imparsial Al Araf menyatakan bahwa RUU Intelijen harus mendukung proses reformasi dan bukannya membawa kemunduran dalam demokrasi.
”Di negara nondemokratis, intelijen menjadi alat politik rezim. Lembaga intelijen mencari dana sendiri, militeristik, dan menangkap warga negara,” kata Al Araf.
Dia menuntut lembaga intelijen harus dipimpin dan didominasi oleh personel sipil.
”Model intelijen Inggris yang membagi MI 5 untuk dalam negeri dan MI 6 bagi kegiatan di mancanegara dapat menjadi acuan di Indonesia,” ujar dia.