Jadi, media massa ini punya kewajiban dekat dengan rakyat, mendidik, dan mencerahkan mereka. Dan jangan kapok. Pers harus bekerja terus-menerus, menuntaskan satu masalah ke satu masalah. "Harus ada kegigihan, konsistensi, tekun, sampai selesai. Karena itu orang dapat kesan, SBY ini apa kerjanya ini."
Meski yang ia temui sekarang adalah fakta yang menunjukkan bangsa ini tengah dalam kondisi terpuruk, pemegang penghargaan Bintang Mahaputra Utama II (1973), Piagam Penghargaan Pena Mas Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat (1979), serta Bintang Rizal, Filipina (1977) itu, tetap optimistik.
Ia tahu, sebagaimana pernah ditulisnya: journalist write in water, here today, and gone tomorrow.
Tapi kehadiran Rosihan, suami dari Siti Zuraida Sanawi, dan tokoh sejarah ini sebenarnya telah hadir dalam pentas sejarah Indonesia dengan bermakna.
Ia mengajarkan kecerdasan bercerita-nyaris satu-satunya wartawan kawakan pencerita yang memesona laporan dan eseinya serta greget keberanian, tapi juga ketulusan.
Ia mengakui, ia pernah berkaca pada kakak ipar dan teman sekelasnya, Usmar Ismail, legenda perfilman nasional itu, tentang ketuntasan dan kesungguhan dalam kerja.
"Saya menangis tiga kali dalam hidup saya. Ketika almarhum Usmar Ismail meninggal dunia di tengah usia produktifnya, kehilangan Soedjatmoko—karibnya—, dan melihat bocah Irian yang menderita," ujar ayah dari Dr Aida Fathya Darwis, Omar Luthfi Anwar MBA, dan Dr Naila Karima ini.
Catatan: Tulisan ini dimuat di Kompas edisi Sabtu 6 Mei 2006, ketika almarhum Rosihan Anwar menerima gelar doctor honoraris causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.