JAKARTA, KOMPAS.com — Tenaga kerja Indonesia asal Ngaglek, Pancur Wening, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Nur Bidayati (38), terancam vonis mati di Provinsi Guangdong, China. Nur Bidayati ditangkap membawa barang titipan warga negara Ghana, Peter Arsen, yang ternyata heroin seberat 985 gram, di Bandara Internasional Balyun, Guangzhou, China, pada 17 Desember 2008.
Demikian disampaikan anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Rieke Dyah Pitaloka di Jakarta, Selasa (29/3/2011). Rieke menerima pengaduan orangtua Nur Bidayati, Masruri (69) dan Siti Aminah (55), didampingi aktivis Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengenai masalah ini.
"Kami minta Nur Bidayati mendapatkan pendampingan hukum yang layak. Bagaimana dia menjalani proses hukum selama ini, kita tidak pernah mendengarnya. Padahal, ini kasus serius dengan ancaman hukuman mati," ujar Rieke.
Nur Bidayati diduga menjadi korban perdagangan manusia karena dia sebenarnya berangkat menjadi TKI ke Hongkong pada Maret 2008. Tak lama bekerja, mantan TKI pembantu rumah tangga di Malaysia selama 3 tahun ini dipecat.
Praktik yang terjadi selama ini, agen pekerja asing di Hongkong selalu mengeluarkan dulu TKI korban pemecatan majikan ke China atau Makau. Mereka baru akan dimasukkan ke Hongkong begitu agen mendapatkan pekerjaan baru bagi TKI.
Rieke menyayangkan begitu bebasnya praktik mutasi majikan di Hongkong yang mengabaikan keselamatan TKI. Menurutnya, pemerintah harus mewajibkan agen pekerja untuk melaporkan kedatangan TKI kepada perwakilan tetap Republik Indonesia di negara tersebut.
Persoalan yang mendasar, orangtua Nur Bidayati pun hampir luput dalam memperoleh informasi kasus ini. Selama ini, suami Nur Bidayati, Ahmadun, menyembunyikan kasus tersebut dari orangtua Masruri dan Siti Aminah.
Padahal, Ahmadun menjadi sponsor Nur Bidayati yang mendaftarkannya kepada pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) di Jakarta untuk diberangkatkan ke Hongkong. Ahmadun baru menyampaikan surat Kementerian Luar Negeri yang menginformasikan perkembangan kasus itu kepada Masruri saat mengantar teman Nur Bidayati menagih pinjaman uang untuk modal berangkat ke Hongkong beberapa bulan lalu.
"Sejak dia berangkat bekerja sampai sekarang, kami belum pernah berkomunikasi. Kok sekarang malah dapat kabar Nur mau dihukum mati," ujar Masruri.
Ketua SBMI Wonosobo Maizidah Saras dan Koordinator Advokasi SBMI Jamaluddin mengungkapkan, mereka telah menemui pejabat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengadukan masalah ini. "Namun, kami tidak mendapatkan tanggapan yang memuaskan," kata Saras.
Secara terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar seusai memimpin upacara hari ulang tahun ke-33 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan, Indonesia tidak memiliki hubungan penempatan tenaga kerja ke China. Meskipun demikian, pemerintah wajib melindungi mereka yang bermasalah sebagai warga negara Indonesia.
"Saya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri yang membidangi khusus perlindungan warga negera di mana pun dia berada. Kami pasti akan dampingi (kasus Nur Bidayati) itu," ujar Muhaimin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.