Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Radikalisme Ancaman Baru bagi Demokrasi

Kompas.com - 26/03/2011, 15:11 WIB

WELLINGTON, KOMPAS.com — Menguatnya fanatisme dan radikalisme keagamaan maupun kesukuan merupakan ancaman baru bagi demokrasi yang sedang tumbuh di Indonesia. Fanatisme yang berlebihan bisa memunculkan intoleransi dan pengotak-ngotakan masyarakat yang jika dibiarkan bisa berkembang menjadi konflik horizontal.

Demikian salah satu pokok persoalan yang mengemuka dalam Seminar Menuju Indonesia 2020 yang diselenggarakan bersamaan dengan Kongres I Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Selandia Baru di Wellington, Selandia Baru, Sabtu (26/3). Sejumlah pelajar dan mahasiswa dari berbagai kota di Selandia Baru hadir dalam seminar tersebut.  

Iqbal Hanaf, mahasiswa S-3 Bidang Studi Strategis di Victoria University of Wellington Selandia Baru mengatakan, pada zaman Orde Baru, kelompok-kelompok radikal dan fanitisme kesukuan diredam secara represif. "Kini, di alam demokrasi, pemerintah harus mencari cara-cara yang efektif tanpa melanggar hak asasi manusia untuk meredam radikalisme keagamaan dan kesukuan agar tidak berkembang ke arah intoleransi," kata Iqbal.

Salah satu langkah yang bisa ditempuh dengan membuat aturan hukum yang jelas, misalnya undang-undang seperti yang dilakukan Kanada. Langkah ini pun terbilang efektif. Sekarang pemerintah sepertinya membiarkan dan menganggap remeh. Padahal, jika dibiarkan akan berkembang ke arah yang membahayakan negara, kata Iqbal, seraya memberi contoh Lebanon adalah negara yang terkotak-kotak berdasarkan etnis.

Ananda Sabil Husein, dosen Universitas Brawijaya yang juga mahasiswa S-3 di Fakultas Perdagangan Lincoln, mengatakan, Pancasila adalah perekat bangsa yang efektif. Namun, semasa Orde Baru, Pancasila diterjemahkan secara salah bahkan disosialisasikan secara represif sehingga mengundang sinisme masyarakat. Kini Pancasila perlu disosilisasikan dengan cara baru sehingga efektif sebagai perekat bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com