Gorontalo, Kompas -
Sepanjang tahun ini, Komisi Yudisial (KY) menerima sekitar lima laporan setiap harinya dari masyarakat terkait dengan kinerja hakim.
Ketua KY Eman Suparman mengatakan hal itu dalam diskusi bertajuk ”Peran Komisi Yudisial dalam Sistem Peradilan di Indonesia”, Jumat (25/3) di kampus Universitas Negeri Gorontalo di Gorontalo. Selain dihadiri para mahasiswa, turut hadir para hakim dan pejabat kejaksaan di Gorontalo serta para dosen perguruan tinggi.
Jumlah sumber daya manusia di KY tidak sebanding dengan jumlah hakim sehingga menyulitkan pengawasan. Menurut Eman, KY hanya digawangi tujuh orang saja, sementara jumlah hakim di seluruh Indonesia sekitar 7.000 orang. Apalagi, tidak ada perwakilan KY di daerah-daerah. Saat ini tengah diusulkan agar ada perwakilan KY di setiap provinsi di Indonesia.
”Sulit bagi kami memantau
Sebagian besar isi laporan masyarakat itu, lanjut Eman, terkait dengan keputusan hakim dalam persidangan. Hanya sedikit masyarakat yang melaporkan persoalan etika atau perilaku hakim di luar persidangan. Padahal, masyarakat boleh melapor ke KY jika ada hakim yang bersikap kurang sopan di masyarakat.
Fungsi KY
”Hakim yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga, hakim selingkuh, atau bahkan memakai celana kolor pun saat ke warung bisa dilaporkan ke kami. Kesan selama ini adalah KY selalu hanya mengurusi putusan hakim dalam sebuah persidangan,” kata Eman.
Rektor Universitas Negeri Gorontalo Nelson Pamalingo mengatakan, KY bisa bekerja sama dengan pihak kampus untuk memantau kinerja para hakim di daerah. Kampus juga bisa membantu menyosialisasikan peran KY di masyarakat yang masih minim pengetahuan hukumnya. Kerja sama tersebut bisa dituangkan dalam sebuah nota kesepahaman (memorandum of understanding).
”Tidak semua masyarakat kita tahu keberadaan dan fungsi KY. Akan lebih baik jika kampus bisa melaksanakan salah satu peran KY dengan memantau persidangan yang menjadi sorotan masyarakat,” tutur Nelson.(APO)