Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Nilai UU KPK Banyak Penyimpangan

Kompas.com - 22/03/2011, 19:14 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR asal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani menyatakan bahwa DPR tidak hendak memangkas kewenangan KPK dalam merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tengan Komisi Pemberantasan Korupsi. DPR ingin meletakkan sistem peradilan yang terintegrasi dengan pembagian kewenangan antarlembaga penegakan hukum yang sesuai undang-undang.

"Kita lihat banyak sekali (Undang-undang KPK) yang sekarang ini adanya penyimpangan-penyimpangan. Itu yang serius akan kita seriusi," katanya seusai menghadiri pembacaan vonis politisi PPP yang juga mantan Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (22/3/2011).

Ahmad Yani menjelaskan, dalam menciptakan peradilan yang terintegrasi seharusnya tidak terdapat banyak fungsi pada satu institusi. Seperti halnya pada KPK yang memiliki fungsi penyidikan sekaligus penuntutan. Seharusnya, penuntutan dalam kasus korupsi menjadi kewenangan suatu lembaga tersendiri.

"Kalau sekarang kan malah ada tiga sekaligus. Dia (KPK) penyidik, dia penuntut, dan dia juga penghukum. Pengadilan, pengadilannya sendiri. Nah ini problem dalam sistem peradilan. Karena sistem peradilan itu harus memberikan ruang yang besa untuk memberikan kesempatan kalau dia (terdakwa) tidak bersalah," paparnya.

Menurut Ahmad Yani, sesuai dengan Undang-undang, Kejaksaan Agung lah yang seharusnya berwenang dalam setiap penuntutan. "Kalau sekarang ini kan lembaga penuntutan Jaksa sendiri. Karena di Undang-undang Kejaksaan juga domain penuntutan di Kejaksaan," ucapnya.

Terkait perkembangan revisi Undang-undang KPK, menurut Ahmad Yani, hingga kini draft revisi masih menjadi pembahasan di Badan Legislatif. "Masing-masing fraksi sudah menyiapkan telaahnya secara mendalam," ujarnya.

Ahmad Yani juga berkomentar bahwa Ketua KPK, Busyro Muqqodas tidak selayaknya menilai perlu atau tidaknya revisi Undang-undang KPK. "Kewenangan untuk itu ada di pemerintah dan DPR. KPK ada dalam institusi pemerintah jadi tidak pada tempatnya pimpinan KPK mengomentari pas atau tidak pas. Karena KPK tugasnya hanya menjalankan Undang-undang, kecuali KPK mau hidup dalam negara sendiri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Nasional
    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Nasional
    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com