Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BIN: Penyadapan Telepon Bisa Dibuka

Kompas.com - 22/03/2011, 18:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Draf Rancangan Undang-undang tentang Intelijen yang diusulkan pemerintah sudah diterima Komisi I DPR RI pekan lalu. Dalam RUU ini, Badan Intelijen Negara diusulkan dapat memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan.

Namun, dalam Rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dan Kepala BIN Sutanto, Selasa (22/3/2011), yang menjadi awal pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU ini, poin kewenangan penyadapan belum dibahas.

"Yang jelas, soal penyadapan itu substansi yang akan dibahas. Sekarang belum dibahas. Karena nanti itu, kalau kewenangan BIN untuk menyadap itu akan diiyakan sebagai bagian atau cara intelijen. Cuma, pengaturan dari mekanisme yang belum dibahas. UU Penyadapan sendiri, kan, belum ada," kata anggota Komisi I Mahfudz Siddiq kepada Kompas.com, Selasa sore.

Usulan kewenangan penyadapan yang dilakukan BIN termuat dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2. Ayat 1 menyebutkan, lembaga koordinasi intelijen negara memiliki wewenang khusus melakukan intersepsi komunikasi dan pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat untuk membiayai terorisme, separatisme, dan ancaman, gangguan, hambatan, tantangan yang mengancam kedaulatan negara.

Ayat 2 menyebutkan, intersepsi komunikasi diperlukan dalam menyelenggarakan fungsi intelijen. Menurut politisi PKS ini, kewenangan khusus BIN untuk menyadap nantinya masih termasuk dalam 170 DIM yang belum dibahas.

Hari ini, komisi dan pemerintah baru menyetujui 58 DIM. Usulan kewenangan khusus ini, menurut Mahfudz, harus disesuaikan dengan mekanisme melalui UU secara umum.

Sementara itu, Kepala BIN mengatakan kewenangan ini memang diusulkan untuk dimasukkan dan diharapkan kerja intelijen bisa makin efektif. Namun, Sutanto membantah bahwa hal ini akan membuat BIN tak dapat dikontrol lagi dan rentan akan penyalahgunaan wewenang.

"Ini, kan, negara hukum, ya kita menganut demokrasi, menegakkan HAM dan menghormati hukum. Itu, kan, sudah rambu-rambu yang mengatur, tindakan harus terstruktur. Setiap ada penyimpangan tentu ada sanksi. Ini negara hukum tidak bisa semaunya. Dan itu benar-benar untuk kepentingan UU ini supaya intelijen benar-benar dilindungi demokrasi, menjunjung tinggi demokrasi, HAM," kata Sutanto.

Mantan Kapolri ini juga mengatakan akan mengikuti aturan di UU Rahasia Negara mengenai keharusan membuka atau tidak hasil penyadapan.

Menurutnya, hasil penyadapan bisa saja dibuka karena ada batasan waktu yang dimuat dalam UU tersebut. "Ya tingkat kerahasiaan yang dinilai bisa membahayakan keamanan negara didasarkan amanah UU," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com