JAKARTA, KOMPAS.com - Draf Rancangan Undang-undang tentang Intelijen yang diusulkan pemerintah sudah diterima Komisi I DPR RI pekan lalu. Dalam RUU ini, Badan Intelijen Negara diusulkan dapat memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan.
Namun, dalam Rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dan Kepala BIN Sutanto, Selasa (22/3/2011), yang menjadi awal pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU ini, poin kewenangan penyadapan belum dibahas.
"Yang jelas, soal penyadapan itu substansi yang akan dibahas. Sekarang belum dibahas. Karena nanti itu, kalau kewenangan BIN untuk menyadap itu akan diiyakan sebagai bagian atau cara intelijen. Cuma, pengaturan dari mekanisme yang belum dibahas. UU Penyadapan sendiri, kan, belum ada," kata anggota Komisi I Mahfudz Siddiq kepada Kompas.com, Selasa sore.
Usulan kewenangan penyadapan yang dilakukan BIN termuat dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2. Ayat 1 menyebutkan, lembaga koordinasi intelijen negara memiliki wewenang khusus melakukan intersepsi komunikasi dan pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat untuk membiayai terorisme, separatisme, dan ancaman, gangguan, hambatan, tantangan yang mengancam kedaulatan negara.
Ayat 2 menyebutkan, intersepsi komunikasi diperlukan dalam menyelenggarakan fungsi intelijen. Menurut politisi PKS ini, kewenangan khusus BIN untuk menyadap nantinya masih termasuk dalam 170 DIM yang belum dibahas.
Hari ini, komisi dan pemerintah baru menyetujui 58 DIM. Usulan kewenangan khusus ini, menurut Mahfudz, harus disesuaikan dengan mekanisme melalui UU secara umum.
Sementara itu, Kepala BIN mengatakan kewenangan ini memang diusulkan untuk dimasukkan dan diharapkan kerja intelijen bisa makin efektif. Namun, Sutanto membantah bahwa hal ini akan membuat BIN tak dapat dikontrol lagi dan rentan akan penyalahgunaan wewenang.
"Ini, kan, negara hukum, ya kita menganut demokrasi, menegakkan HAM dan menghormati hukum. Itu, kan, sudah rambu-rambu yang mengatur, tindakan harus terstruktur. Setiap ada penyimpangan tentu ada sanksi. Ini negara hukum tidak bisa semaunya. Dan itu benar-benar untuk kepentingan UU ini supaya intelijen benar-benar dilindungi demokrasi, menjunjung tinggi demokrasi, HAM," kata Sutanto.
Mantan Kapolri ini juga mengatakan akan mengikuti aturan di UU Rahasia Negara mengenai keharusan membuka atau tidak hasil penyadapan.
Menurutnya, hasil penyadapan bisa saja dibuka karena ada batasan waktu yang dimuat dalam UU tersebut. "Ya tingkat kerahasiaan yang dinilai bisa membahayakan keamanan negara didasarkan amanah UU," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.