Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kupang Unjuk Rasa di Gedung DPRD

Kompas.com - 21/03/2011, 19:49 WIB

KUPANG, KOMPAS.com - Ratusan warga Nusa Tenggara Timur melakukan aksi demo ke Gedung DPRD Nusa Tenggara Timur. Mereka menuntut penyelesaikan kasus hukum terhadap 23 oknum anggota Batalyon Infanteri 744/SYB Atambua, yang melakukan penganiyaan terhadap tujuh warga sipil sampai satu diantaranya tewas di Markas Batalyon Infanteri itu.

Masyarakat umum dan media massa diberi akses seluas-luasnya untuk mengikuti jalannya persidangan terhadap ke-23 oknum anggota Batalyon Infanteri (Yonif) 744/Satya Yudha Bhakti (SYB) Atambua itu. Para pelaku itu harus dipecat dari keanggotaan TNI, selain diproses secara hukum. Mereka tidak boleh hanya dikenai sanksi administrasi.

Koordinator Elemen Masyarakat yang tergabung dalam Front Anti Militerisme, Odorikus Goa Owa di pendopo Gedung DPRD NTT di Kupang, Senin (21/3/2011) mengatakan, kehadiran anggota TNI di perbatasan untuk menjaga kedaulatan NKRI dari serangan musuh, bukan menguji otot dan kekuatan fisik dengan warga sipil.

"Warga perbatasan harus dirangkul dan dijadikan mitra kerja bukan sebagai musuh. TNI bagian dari rakyat, karena dibiayai Negara untuk melindungi rakyat, menjaga kedaulatan NKRI, dan menjadi teladan bagi warga dalam kedisiplinan. Kasus penganiayaan sampai menewaskan seorang warga sipil, merusak segala bentuk kerja sama di perbatasan yang dibangun antara warga dengan TNI selama ini," kata Owa.

Tindak kekerasan terhadap tujuh warga sipil di Atambua, Belu sampai menyebabkan Charles Mali (19) salah satu dari tujuh pelaku pemalakan tewas, sangat disayangkan. Ketujuh remaja itu diantar langsung orangtua mereka ke Markas Yonif untuk mendapat pembinaan, sesuai permintaan anggota Yonif sendiri, bukan dibunuh.

Sekitar 100 anggota Front Anti Militerisme ini menyampaikan delapan tuntutan antara lain, penyelesaian kasus hukum terhadap 23 anggota Yonif 744 harus transparan, jujur, dan terbuka terhadap masyarakat dan media massa. Peradilan militer terkesan selalu tertutup dan membela oknum anggota TNI yang bersalah, maka kasus ke-23 oknum anggota TNI itu harus diproses di pengadilan umum.

Selain dipecat dari keanggotaan TNI, ke-23 oknum anggota TNI itu tetap diproses secara hukum. Pemerintah pusat dan daerah meningkatkan perlindungan HAM di perbatasan, mengembalikan militer ke barak dan perbatasan, memindahkan markas Yonif 744 dari pemukiman warga, mengembalikan fungsi TNI sebagai alat pertahanan Negara bukan alat keamanan sipil, dan membubarkan komando teritorial.

Wakil Ketua DPRD NTT Ansel Tallo mengatakan, tetap mengawali aspirasi masyarakat tersebut ke pimpinan TNI . Pihak DPRD terus memantau proses peradilan terhadap para pelaku penganiayaan di Atambua, 13 Maret 2011.

Kepala Penerangan Korem 161/Wirasakti Kupang, Mayor (Inf) Mastono mengatakan, ke-23 oknum anggota TNI yang terlibat dalam kasus penganiyaan itu terdiri dari satu orang berpangkat perwira, enam bintara, dan enam lagi tantama. Mereka sedang diproses secara hukum di Detasemen Polisi Militer Kupang, di Kupang.

"TNI berkomitmen memproses kasus ini sampai tuntas secara transparan dan terbuka untuk umum. Tidak ada yang ditutup-tutupi terkait kasus itu. Danrem juga sudah berdialog dengan warga di ruang Gedung DPRD NTT yang difasilitasi DPRD dan menyatakan komitmen itu. Kasus ini juga menjadi perhatian petinggi TNI, tidak ada yang direkayasa terkait proses hukum," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com