Hingga Senin (14/3), seperti dirilis Agence France-Presse, jeritan para korban yang kesulitan pangan, air, gas, dan bahan bakar masih terdengar di sepanjang daerah bencana. Jepang, negara terkaya di Asia dan salah satu raksasa ekonomi dunia, sedang gontai menangani berbagai masalah pascabencana.
Jepang sedang menghadapi krisis kemanusiaan paling menggetarkan. Ratusan anak menangis sedih di tenda-tenda darurat mencari orangtua mereka. Begitu juga suami dan istri yang
Suasana duka menyelimuti pusat-pusat penampungan sementara. Masih ada ribuan orang bingung tidak tahu harus bernaung di mana karena daerah bencana masih dilanda cuaca dingin, yang bisa mencapai 1 derajat celsius pada tengah malam. Tenda yang dibangun masih terbatas dan evakuasi sedang berjalan.
Puluhan daerah, jaringan jalan, jembatan, dan jalur kereta api telah hancur. Sementara jalan raya utama di Jepang timur laut, seperti di Prefektur Iwate dan Miyagi, porak-poranda. Sebagian lain juga telah tertutup puing.
Ishinomaki, kota berpenduduk 165.000 orang, tanpa listrik dan telepon. Logistik sulit disalurkan karena rusaknya jalan, jembatan, dan dermaga. Separuh kota ini telah bersih disapu tsunami. Ribuan warga yang selamat kesulitan pangan dan air serta tanpa tenda dan selimut.
”Pertama-tama, kami tidak memiliki air minum dan makanan. Komunikasi pun putus total,” kata Wali Kota Ishinomaki Hiroshi Kameyama kepada NHK.
Juru bicara Palang Merah Asia Pasifik, Patrick Fuller, yang sedang berada di Ishinomaki, prihatin atas kondisi itu. Petugasnya tengah berjuang keras untuk
Di rumah sakit, kata Fuller, tidak ada celah lagi yang dapat digunakan. Petugas medis yang lelah tidur bersama pasien yang terluka. Pada saat yang sama, para korban yang terluka berdatangan. ”Ada yang jalan kaki, diangkut helikopter, atau dibawa warga lain,” kata Fuller.