Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Golkar dan PKS Oposisi

Kompas.com - 04/03/2011, 04:49 WIB

Syamsuddin Haris

Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera menyatakan siap menjadi oposisi jika akhirnya mereka dikeluarkan dari Sekretariat Gabungan Partai Koalisi Pendukung Pemerintah. Namun, benarkah Presiden SBY ”berani” menindak dua parpol yang balela ini? Apa implikasi bagi perombakan kabinet?

Apabila disimak dengan cermat, sebenarnya tak ada pernyataan spesifik SBY terkait dengan keberadaan Golkar dan PKS dalam Setgab Koalisi. Presiden memang menyebut ”satu atau dua partai” yang dianggap melanggar kesepakatan dan kontrak politik dengan dirinya menyusul kandasnya usulan hak angket pajak di DPR beberapa waktu sebelumnya.

Namun, selebihnya pernyataan publik SBY bersifat umum dan difokuskan pada upaya penataan kembali format koalisi parpol pendukung ke depan. Apalagi, baik petinggi Golkar maupun pimpinan PKS menyatakan berulang-ulang, tak ada satu pun butir kesepakatan dilanggar terkait upaya menggulirkan hak angket pajak.

Golkar dan PKS bersikukuh, pengajuan hak angket pajak justru diperlukan untuk mengawal pemerintah agar kebijakan perpajakan benar-benar berorientasi pada penegakan pemerintahan yang bersih. Karena itu, tak mustahil arah pernyataan SBY lebih ditujukan ke dalam, yakni untuk meredam tuntutan para petinggi Partai Demokrat yang menghendaki evaluasi atas formasi koalisi.

Pilihan berisiko

Apabila dugaan di atas benar, mungkin tidak akan ada yang berubah terkait formasi koalisi. Realitas politik di balik hak angket skandal Century menunjukkan, SBY lebih memilih merangkul kembali Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie. Padahal, sebelumnya Golkar bersama PKS dan PPP mempermalukan pemerintah melalui pemungutan suara di DPR. Pilihan serupa mungkin saja diambil SBY terkait dengan sikap politik Golkar dan PKS yang mencoba menggulirkan hak angket pajak.

Akan tetapi, seandainya SBY ”berani” menindak Golkar dan PKS atau salah satu dari dua parpol tersebut, komposisi gabungan parpol koalisi ataupun gabungan parpol oposisi jelas akan berubah drastis. Pencopotan Golkar dan PKS berdampak pada membesarnya kekuatan barisan oposisi menjadi sekitar 300 kursi DPR (53,6 persen) dibandingkan dengan parpol koalisi sekitar 260 kursi (46,4 persen). Pere- krutan Partai Gerindra (26 kursi) ke dalam koalisi memang sedikit menolong karena akan meningkatkan kekuatan parpol koalisi menjadi sekitar 51,1 persen.

Beda-beda tipis

Secara teoretis, formasi koalisi yang mencakup lima parpol (Demokrat, PAN, PKB, PPP, dan Gerindra) akan menghasilkan format koalisi lebih ramping dan menjanjikan menguatnya sistem saling mengawasi secara seimbang (checks and balances) antara Presiden dan DPR. Namun, pilihan seperti ini sangat berisiko karena bisa memicu menguatnya relasi konfliktual antara Presiden dan DPR. Apalagi jika mengingat basis koalisi yang bersifat politik-transaksional, tentu akan terbuka peluang munculnya parpol koalisi yang balela terhadap kesepakatan bersama. Sekurang-kurangnya tetap terbuka peluang munculnya politisi parpol yang bersikap berbeda dengan fraksinya, seperti ditunjukkan anggota PKB, Lily Wahid dan Effendy Choirie, dalam pemungutan suara usulan angket pajak.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com