Putusan tersebut diambil majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan hakim anggota Krisna Harahap, MS Lumme, Abdul Latief, dan Surya Jaya, Kamis, (3/3). Hakim Krisna Haharap menjelaskan, selain terbukti mencoba menyuap, Anggodo juga terbukti menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan KPK dalam perkara dugaan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Kasus tersebut melibatkan kakaknya, Anggoro Widjojo.
Majelis kasasi, lanjut Krisna, menyatakan bahwa Anggodo terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan,
Oleh karena itu, menurut Febri, KPK bisa menggunakan putusan tersebut untuk mengusut lebih jauh pihak-pihak mana saja yang harus bertanggung jawab secara hukum atas kasus rekayasa tersebut. ”Siapa yang harus bertanggung jawab? Mereka adalah yang namanya disebut-sebut di dalam rekaman pembicaraan Anggodo dengan sejumlah pihak yang diputar di persidangan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu,” kata Febri.
Direktur Penuntutan dan Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK Ferry Wibisono mengatakan, putusan MA itu bisa menjadi ”senjata” baru dalam menangani tindak pidana korupsi, yaitu sebagai pintu masuk bagi KPK untuk mengusut pihak-pihak lain yang disebut dalam dakwaan terhadap Anggodo.
”Ia (Anggodo) memenuhi delik Pasal 21 (UU Pemberantasan Tipikor), jadi ada dua perbuatan yang kena. Kita lihat yang terbukti di Mahkamah Agung di Pasal 21 itu, ia bersama-sama siapa saja, di dakwaan kan banyak. Nanti kita lihat ia bersama siapa saja. Kami belum menerima putusannya,” tuturnya.
”Intinya bahwa ini salah satu pintu masuk, pasal yang terbukti, Pasal 21 itu, perbuatan menghalang-halangi penyidikan, merintangi penyidikan, jarang. Ini pertama, jadi ada yurisprudensi dari MA. Ini akan jadi pegangan bagi penuntutan dan penyidikan perkara lain,” lanjut Ferry.
Dikatakan Ferry, putusan