JAKARTA, KOMPAS.com — The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) mempertanyakan keputusan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo yang akan membentuk Detasemen Khusus Anti-anarki dengan landasan dari peristiwa-peristiwa kekerasan di Temanggung dan Cikeusik.
Menurut Koordinator Peneliti Imparsial Bhatara Ibnu Reza, pembentukan kesatuan baru ini tampak tidak berlandaskan perencanaan yang matang, seperti layaknya pembentukan Detasemen 88 Antiteror yang didukung sepenuhnya oleh negara.
Ia mempertanyakan rencana tersebut sudah disetujui Presiden atau belum. Dalam arti, Presiden mendukung sepenuhnya sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, di mana kebijakan Polri harus sesuai dengan kebijakan Presiden.
"Kelihatannya tidak terencana pembentukan detasemen ini. Saya merasa perlu ada pemikiran yang terencana dan matang untuk membentuk itu. Seperti Detasemen 88 yang di-support negara dan Presiden. Apakah Presiden setuju dengan kebijakan ini?" tegas Bhatara dalam jumpa pers Imparsial, Kamis (3/3/2011).
"Ini terlihat tidak terencana sama sekali. Harusnya peristiwa Cikeusik dan Temanggung bukan menjadi dasar terbentuknya detasemen yang baru. Peristiwa ini sudah sering terjadi, harusnya bisa dicegah, tapi bukan pembentukan kesatuan yang baru," tambahnya.
Pembentukan kesatuan dalam tubuh Polri, lanjut Bhatara, tentunya membutuhkan biaya besar. Ia mempertanyakan kejelasan biaya untuk detasemen anti-anarki dan telah diketahui oleh parlemen atau tidak. Jika biaya yang dibutuhkan besar, alangkah baiknya digunakan Polri untuk memperkuat persenjataan dan personelnya di kesatuan-kesatuan yang lama sehingga tidak perlu menambah kesatuan yang memakan biaya besar, tetapi mempunyai fungsi sama dengan kesatuan lainnya.
"Pembentukan detasemen khusus anti-anarki ini legal menurut hukum? Sudah sesuai dengan Undang-Undang Polri Nomor 2 Tahun 2002? Apakah parlemen sudah mengetahui hal ini, terutama melihat budget untuk pembentukan kesatuan baru? Pembentukan seperti ini tentunya membutuhkan biaya yang besar," imbuh Bhatara.
Imparsial berharap, baik parlemen maupun Presiden mengevaluasi pembentukan Detasemen Khusus Anti-anarki yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo ini karena dianggap tidak memiliki landasan berpikir yang kuat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.