Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarkan Golkar dan PKS dari Setgab

Kompas.com - 26/02/2011, 10:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, berpendapat, Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) harus segera dikeluarkan dari Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi agar perbedaan sikap politik dalam koalisi tidak kembali terjadi.

"Langsung dilaksanakan. Kalau tidak, akan berlarut-larut dan berulang-ulang, karena koalisi ini tidak punya etika, enggak ada rule-nya," kata Arbi dalam Diskusi Polemik "Koalisi Pecah, Kabinet Terbelah" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (26/2/2011).

Arbi mengemukakan, jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak ingin mengeluarkan kedua partai yang hobi berbeda pendapat tersebut, maka sebaiknya Presiden membuat kontrak baru berupa kontrak loyalitas. "Memang meninggalkan hak, tapi itu harus dalam koalisi," ucapnya.

Partai-partai yang tergabung dalam koalisi, menurut Arbi, harus mampu bekerja sama, bukan kerap bertentangan dalam sikap politik. "Dalam koalisi tidak ada masalah perbedaan pendapat, tapi jangan ada perbedaan sikap politik. Sikap politik itu sikap partai," ujarnya.

Sikap politik Partai Golkar dan PKS yang sering bertentangan dengan koalisi tersebut, menurut Arbi, dapat mengganggu stabilitas kinerja pemerintah. "Biang kerok dalam koalisi memang PKS dan Golkar yang selalu nyeleneh. Itu yang membuat koalisi tidak bisa bergerak, pemerintah dan  menteri, terganggu bekerja," ungkapnya.

Seperti diberitakan, polemik hak angket di parlemen membuat hubungan Sekretariat Gabungan yang merupakan koalisi partai-partai pendukung pemerintah retak. Dua partai anggota Setgab, Partai Golkar dan PKS, berkeras mendukung pembentukan Pansus Hak Angket Pajak, bertentangan dengan Partai Demokrat. Sejumlah pimpinan Demokrat mengatakan pihaknya akan mengevaluasi Setgab.

Terkait usulan pansus hak anget mafia pajak, Arbi berpendapat, jika pansus tersebut disetujui, maka DPR telah mengintervensi pemerintah. "Dalam operasionalisasinya sendiri DPR enggak boleh masuk, karena DPR legislasi. Dalam sistem presidensil ada pemisahan kekuasaan, beda dengan parlementer. Proses yudikatif tidak boleh diintervensi legisliatif," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

    Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

    Nasional
    Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

    Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

    Nasional
    e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

    e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

    Nasional
    Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

    Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

    Nasional
    MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

    MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

    Nasional
    Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

    Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

    Nasional
    4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

    4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

    Nasional
    Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

    Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

    Nasional
    Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

    Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

    Nasional
    Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

    Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

    Nasional
    Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

    Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

    Nasional
    Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

    Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

    Nasional
    Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

    Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

    Nasional
    Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com