Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upayakan Pemiskinan Koruptor

Kompas.com - 26/02/2011, 03:02 WIB

Pangkal Pinang, Kompas - Pemerintah sedang menyiapkan aturan pemiskinan koruptor. Aturan itu dimasukkan dalam rancangan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, rancangan revisi dari pemerintah ditargetkan selesai April 2011. Pembahasan di DPR ditargetkan mulai Juni 2011.

”Rancangan sudah matang, jadi pembahasan bisa cepat. Kami sudah bertemu para guru besar ilmu hukum untuk mematangkan rencana ini. Pemerintah akan mendekolonialisasi KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) yang sekarang masih peninggalan Belanda,” ujarnya di sela-sela peresmian Pusat Informasi Layanan Hukum dan HAM, Jumat (25/2) di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung.

Materi penghukuman akan dimasukkan dalam KUHP. Sementara alternatif-alternatif penghukumannya akan dimasukkan dalam KUHAP. ”Dalam rancangan itu, akan dibahas aturan penggantian kerugian negara dan denda berlipat-lipat dibandingkan dengan nilai korupsi. Pelaku korupsi bisa dimiskinkan dengan aturan ini,” ujar Patrialis.

Terpidana korupsi berusia lanjut dimungkinkan hanya membayar pengganti kerugian dan denda yang nilainya berkali lipat dari hasil korupsi tanpa harus masuk penjara. Namun, terdakwa tetap harus masuk penjara jika tak mampu membayar pengganti dan denda itu. ”Terpidana yang masih muda harus masuk penjara dan membayar denda serta pengganti yang besarnya berlipat-lipat itu,” ujarnya.

Di Malang, Jawa Timur, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Ibnu Tricahyo, mengatakan, rendahnya hukuman bagi koruptor karena hakim terpaku pada pertimbangan pengembalian uang negara dan tidak mempertimbangkan kerugian masyarakat akibat perbuatan korupsi. Lantaran pertimbangan itu, jika uang negara sudah bisa dikembalikan, hukumannya jadi ringan.

”Hal demikian tidak memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi. Dampaknya, korupsi di Indonesia malah menjadi-jadi. Hakim seharusnya mempertimbangkan kerugian masyarakat yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi,” kata Ibnu.

(RAZ/ANO/RAY/ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com