Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Memenangkan Hati Nurani

Kompas.com - 25/02/2011, 03:25 WIB

Tentara sering dicitrakan sebagai setengah manusia setengah robot. Mereka sengaja dilatih menjadi mesin perang, yang bisa membunuh musuh seefektif mungkin dan melaksanakan apa pun perintah atasan, tak peduli perintah itu benar atau salah secara kemanusiaan.

   Namun, apa yang dilakukan sebagian tentara Angkatan Udara Libya beberapa hari belakangan ini menunjukkan hati nurani mereka belum mati di tengah situasi kritis yang mereka hadapi.

Dalam kondisi terdesak revolusi rakyat, yang berkobar makin panas di seluruh Libya, pemimpin negara itu, Kolonel Moammar Khadafy, seolah kehilangan akal sehat dan hati nurani. Tanpa pikir panjang, ia perintahkan pasukannya membubarkan demonstran dengan segala cara.

Salah satu perintah paling gila adalah memerintahkan pesawat-pesawat tempur AU Libya menembak dan mengebom demonstran sipil dari udara. Dua pilot senior AU Libya mendapat tugas mengerikan itu, Senin (21/2).

Mereka menerbangkan dua Mirage F1, pesawat pemburu canggih buatan Perancis, dari sebuah pangkalan udara dekat ibu kota Tripoli. Tujuan mereka adalah Benghazi, untuk mengebom dan menembak demonstran di kota terbesar kedua di Libya itu.

Namun, dua pilot berpangkat kolonel itu tahu benar, misi mereka tak akan bisa dibenarkan dengan alasan apa pun. Di tengah jalan, mereka memutuskan melawan perintah atasan dan memilih membelokkan pesawat mereka ke Malta, negara anggota Uni Eropa yang hanya berjarak 340 kilometer dari garis pantai Libya.

Cerita mereka kepada otoritas Malta, yang menahan mereka hingga kini, membuka mata dunia akan kebiadaban rezim di Libya. Salah satu pilot itu bahkan meminta suaka politik di Malta.

Langkah dua pilot senior di AU Libya ini ditiru pilot lain dua hari kemudian. Hari Rabu (23/2), sebuah pesawat Sukhoi Su-22 berkursi ganda mendapat misi serupa dengan dua Mirage tersebut, yakni mengebom kota Benghazi untuk membubarkan demonstran.

Namun, dua awaknya, yakni pilot Abdessalam Attiyah al-Abdali dan kopilot Ali Omar al-Khadhafi, memutuskan menolak perintah zalim itu dengan cara dramatis.

Mereka mengaktifkan kursi pelontar darurat di pesawat tempur buatan Rusia itu dan melarikan diri setelah berhasil mendarat dengan selamat menggunakan parasut. Pesawat mereka biarkan jatuh berkeping-keping di sebuah gurun dekat kota Brega, 710 kilometer sebelah timur Tripoli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com