JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berpendapat, solusi dalam meluruskan pengikut Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) adalah dengan membangun komunikasi yang damai, bukan dengan memaksakan keyakinan Islam mainstream kepada pengikut JAI.
"Meluruskan dengan kelembutan. Dalam Al Quran disebutkan, undanglah mereka yang berbeda paham dengan kita, dengan dakwah, dengan nasehat yang baik. Jika belum juga efektif, adu argumen dengn cara yang santun. Jika cara itu sudah mentok, ya sudah serahkan kepada Allah," tutur Masdar Farid Mas'udi dari PBNU, dalam rapat dengar pendapat Komisi VIII DPR, di Jakarta, Kamis (17/2/2011).
Setiap umat beragama, kata Masdar, seharusnya mengeskpresikan agamanya dengan kelembutan. Begitupun dengan penganut Islam mainstream dan pengikut JAI. "Mengapa keberagaman harus diekspresikan dengan kebengisan dan kekerasan?" ujarnya.
Masing-masing umat beragama memiliki tanggung jawab untuk mengulurkan tangan kepada sesama. Juga menjaga kebhinekaan atau keberagaman Indonesia. "Tentunya dengan keluruhan budi dan kelembutan hati," kata Masdar.
Kendati demikian, menurut Madar, pemimpin agama adalah yang paling bertanggung jawab dalam menjaga keberagaman agama di Indonesia. "Umat itu kesekian (dalam tanggung jawab)," ucapnya.
Terkait perbedaan teologi antara JAI dengan Islam mainstream, PBNU enggan mengatakan bahwa JAI adalah aliran yang sesat. "Manusia tidak berhak menentukan suatu keyakinan seseorang sesat atau tidak. Sesat memang bisa terjadi pada konsep agama. Tapi kalau ini dimainkan sebagai norma pergaulan, akan rusak kehidupan," papar Masdar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.