JAKARTA, KOMPAS.com — Insiden penganiayaan tiga anggota jemaah Ahmadiyah hingga tewas di Cikeusik, Banten, serta perusakan tiga gereja dan satu sekolah di Temanggung, Jawa Tengah, merupakan bukti gagalnya intelijen kepolisian di daerah. Insiden itu tak lepas dari ketidakprofesionalan dan ketidakmampuan pimpinan polisi di wilayah tersebut.
Hal ini disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane dan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar kepada Kompas.com, Rabu (9/2/2011) di Jakarta.
"Intelijen polisi tidak bekerja maksimal sehingga informasi yang mereka peroleh tidak diolah. Mereka gagal menggunakan informasi yang diperoleh sebagai alat deteksi dan antisipasi dini adanya potensi konflik di daerah," kata Neta.
"Seharusnya data intelijen yang berhasil dikumpulkan diolah pimpinan di kesatuan untuk merumuskan langkah antisipasi bahaya yang dihadapi. Data juga dapat digunakan untuk menentukan cara bertindak, jumlah kekuatan, dan alat-alat yang digunakan untuk menanggulangi potensi konflik. Seandainya jumlah personel di kesatuan berkurang, pada saat itu mereka masih bisa meminta bantuan dari kesatuan yang berada di atasnya karena masih cukup waktu," papar Bambang.
Dikatakan, terkait insiden di Cikeusik, pihak kepolisian sudah mengamankan Suparman, pimpinan jemaah Ahmadiyah di wilayah tersebut, sebelum insiden terjadi. Dengan demikian, kepolisian seharusnya bisa mengantisipasi potensi konflik yang akan terjadi.
Demikian pula terkait insiden di Temanggung. "Polisi sudah mengetahui massa telah mulai menduduki gereja-gereja Kristen Protestan ketika sidang (penistaan agama). Kenapa polisi tidak mengerahkan kekuatan untuk mengusirnya, baik dengan cara persuasif atau pun cara lainnya. Polisi malah hanya menjaga PN Temanggung," tutur Bambang.
Kerja sama
Becermin dari dua insiden tersebut, Neta dan Bambang pun menekankan pentingnya kerja sama intelijen antara kepolisian dan institusi lain yang juga memiliki intelijen, seperti Badan Intelijen Negara, kejaksaan, dan juga TNI. "Saat ini tidak ada koordinasi. Potensi konflik seperti terbiarkan," ujar Neta.
Bambang mengatakan, kerja sama intelijen menjadi penting mengingat kepolisian memiliki keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia di bidang intelijen.
Bambang menambahkan, dalam melakukan pengamanan, kepolisian juga dapat bekerja sama dengan perangkat pengamanan lainnya, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan anggota satpam.
Atas dua insiden ini, baik Neta maupun Bambang meminta Kapolri melakukan evaluasi terhadap kepala polsek dan kepala polres di kedua wilayah tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.