Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Tetapkan Satu Tersangka

Kompas.com - 09/02/2011, 02:44 WIB

Serang, Kompas - Kepolisian Negara Republik Indonesia menetapkan seorang tersangka, berinisial U, dalam kasus kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten. U disebut berperan dalam membunuh warga Ahmadiyah dan menyuruh pembakaran mobil.

Pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, Selasa (8/2), masih berlanjut. ”Ada satu tersangka dan tentu akan berkembang. Namanya (inisialnya) U,” ujar Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo di Serang, Banten, Selasa.

Timur ditemui seusai pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, serta pejabat daerah dan tokoh agama di Banten.

Menurut Kepala Polda Banten Brigadir Jenderal (Pol) Agus Kusnadi, U berperan sebagai pembunuh dan menyuruh membakar mobil. U kini ditahan di Polres Pandeglang. Polisi sudah memeriksa 12 saksi.

Namun, di Jakarta, Selasa, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, mengatakan, Polri menetapkan dua tersangka terkait insiden Cikeusik, yakni berinisial A dan U. Selain itu, Polri juga membentuk tim untuk memeriksa prosedur pengamanan lapangan dalam menangani aksi kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah.

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga meminta Polri bergerak cepat menemukan pelaku kekerasan terhadap warga Ahmadiyah. Kekerasan itu sangat berbahaya karena merusak kebangsaan Indonesia yang majemuk.

”Kekerasan atas nama apa pun tak bisa dibenarkan. Karena itu, polisi harus bergerak cepat. Siapa yang melakukan kekerasan, apalagi membunuh, harus segera diamankan, diadili,” tutur dia.

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman juga meminta Kepala Polri mengambil sikap tegas dengan mengambil langkah hukum terhadap pelaku kekerasan.

Agak sulit

Suryadharma mengakui, banyak yang menanyakan kenapa pemerintah tidak tegas dalam kasus Ahmadiyah. ”Ada pertimbangan yang agak sulit untuk dikemukakan. Namun, ini bukan dibiarkan,” kata Menteri Agama.

Menurut Suryadharma, pemerintah lebih memprioritaskan dialog. ”Dengan demikian, saudara kita, jemaah Ahmadiyah itu bisa kembali menjadi Islam yang benar. Seperti di Banten, ada jemaah Ahmadiyah yang kembali, yakni di Desa Cisereh, Kecamatan Cisata. Jumlahnya 26 keluarga kurang, lebih dari 50 orang. Ini kan positif,” tuturnya.

Ia melanjutkan, ”Pemerintah pada masa lalu lebih mengutamakan dialog agar mereka kembali. Insya Allah dalam waktu dekat akan ada keputusan yang akan diambil pemerintah, yang tepat sebagai solusi permanen.”

Di Jakarta, tokoh agama meminta pemerintah melindungi semua warga, termasuk kelompok minoritas agama, seperti jemaah Ahmadiyah. ”Sebagai warga negara, Ahmadiyah harus dilindungi. Mereka bukan penjahat negara. Jangan biarkan kekerasan terus terjadi,” kata Said Aqil Siradj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Tokoh agama juga meminta pemerintah bertindak tegas kepada siapa pun yang terlibat dalam kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah dan perusakan gereja di Temanggung (Jawa Tengah). Mereka harus ditindak tegas.

Mengadu ke Komnas HAM

Selasa, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka meminta Komnas HAM menyelidiki kasus penyerangan dan teror terhadap Ahmadiyah. Ditengarai, penyerangan ini bersifat sistematis sehingga dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

Dalam pengaduan itu, JAI diwakili Sekretaris Pers Zafrullah Pontoh dan Mubariq Ahmad. Mereka ditemui Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim yang didampingi anggota Komnas HAM, Nur Cholis dan Stanley Adi Prasetyo.

Mubariq menyebutkan, beruntunnya serangan terhadap Ahmadiyah, seperti tiga kasus terakhir di Tasikmalaya, Makassar, dan Pandeglang, terlihat ada pembiaran. Indria Fernida dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menambahkan, sejak tahun 2001, ada gejala meluas serangan terhadap Ahmadiyah. ”Ada juga impunitas karena tidak ada pelaku penyerangan yang diproses hukum secara tuntas,” kata dia.

Ifdhal mengatakan, Komnas HAM mulai menginvestigasi kasus ini. Investigasi dari yang bersifat reguler ini akan menjurus ke yang lebih khusus untuk melihat kasus yang terkait.  (IAM/ATO/cas/fer/edn/ana/nta/why)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com