Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gayus Bisa Cepat, Kenapa Miranda Tidak

Kompas.com - 04/02/2011, 12:24 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Fahmi Idris mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (4/2/2011). Ia datang untuk mempertanyakan kasus dugaan suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom yang menurutnya banyak terjadi keanehan.

"Soal kasus Miranda, ada beberapa keanehan apa pun pasal yang dipakai. Kalau itu kasusnya suap maka si penyuap dan penerima suap itu harus diberlakukan sama. Nah, saya melihat tidak ada perlakuan yang sama. Saya diskusi mengenai hal itu dengan KPK," jelas Fahmi saat memasuki Gedung KPK, Jumat.

Selama ini, menurut Fahmi, KPK belum menetapkan Miranda dan Nunun Nurbaeti yang diduga menyuap para politisi DPR periode 2004-2009 sebagai tersangka dengan alasan belum menemukan bukti. Nunun selama ini selalu beralasan sakit lupa berat dan tidak pernah hadir memenuhi undangan pemeriksaan KPK.

"Seyogyanya Miranda sudah divonis. Terakhir KPK mengatakan susah sekali (menjerat Miranda). Bukti Miranda susah dicari. Pertanyaannya kenapa Gayus cepat sekali. Nunun juga bilang sakit. Enggak sakit kok. Ada orang yang melihat dia di tempat-tempat yang bukan tempat untuk orang sakit," papar dia.

Fahmi mengungkapkan, dia datang ke KPK sebagai warga masyarakat, tanpa kepentingan politis. "Menurut pasal 41 Undang-Undang nomor 31 tentang Pemberantasan Korupsi, masyarakat diberi hak berpartisipasi dengan KPK dalam pemberantasan korupsi. Saya, ada teman juga, kami berlima. Saya kan masyarakat juga," kata dia.

Belum tangkap penyuap

Hingga hari ini, KPK telah menahan 23 politisi yang pernah menjadi anggota DPR periode 2004-2009. Mereka disangka menerima suap berupa cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 yang dimenangi Miranda S Goeltom.

Penangkapan ini menuai protes dari sejumlah pihak karena KPK menangkap tersangka penerima suap, sementara pemberi suap belum terungkap.

Sebelumnya, dalam kasus yang sama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis empat politisi. Mereka adalah Dudhie Makmun Murod (PDI-P), Udju Djuhaeri (mantan F-TNI/Polri), Endin AJ Soefihara (PPP), dan Hamka Yandhu (Partai Golkar). 

Berdasarkan sejumlah kesaksian di persidangan terungkap, cek perjalanan diberikan oleh Arie Malangjudo yang mengaku mendapat perintah dari pengusaha Nunun Nurbaeti. Nunun adalah istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun. Saat ini Adang adalah anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera. Hingga hari ini Nunun tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan dengan alasan sakit lupa berat. Ia dirawat di rumah sakit di Singapura.

Wakil Ketua KPK Haryono Umar membantah KPK memiliki kepentingan politis ketika menahan para tersangkap penerima suap. Menurutnya, penangkapan para tersangka yang disuap merupakan bagian dari proses hukum di KPK seperti biasanya.

"Tahulah, dari dulu prosedur KPK kan begitu. Penyelidikan, penyidikan, diperiksa, ditahan. Sama, semuanya begitu," katanya.

Menurutnya, KPK mendahulukan para pihak yang disuap sebagai bagian dari pembuktian. Penyuap belum diungkap karena masih dalam proses hukum. "Penyidikannya belum selesai. Yang jelas akan terus bergulir. Sampai tuntas," lanjutnya lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Anggota DPR Sebut KPU Bisa Abaikan Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

    Anggota DPR Sebut KPU Bisa Abaikan Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

    Nasional
    UU KIA, Pemerintah Wajib Beri Pendampingan Hukum Ibu yang Tak Digaji Saat Cuti Melahirkan

    UU KIA, Pemerintah Wajib Beri Pendampingan Hukum Ibu yang Tak Digaji Saat Cuti Melahirkan

    Nasional
    Mundurnya Kepala Otorita IKN Dinilai Turunkan Kepercayaan Investor, Pemerintahan Prabowo Bisa Terdampak

    Mundurnya Kepala Otorita IKN Dinilai Turunkan Kepercayaan Investor, Pemerintahan Prabowo Bisa Terdampak

    Nasional
    PSI Dukung Khofifah-Emil, Kaesang Klaim Tak Ada Mahar Politik

    PSI Dukung Khofifah-Emil, Kaesang Klaim Tak Ada Mahar Politik

    Nasional
    Mengurai Kooptasi NU oleh Jokowi dalam Konsensi Tambang

    Mengurai Kooptasi NU oleh Jokowi dalam Konsensi Tambang

    Nasional
    Sudah 169.958 Jemaah Calon Haji RI Tiba di Arab Saudi, 39 Wafat

    Sudah 169.958 Jemaah Calon Haji RI Tiba di Arab Saudi, 39 Wafat

    Nasional
    DPR Soroti Antrean Haji Capai 20 Tahun, Berdampak Banyak Jemaah Coba Pakai Visa Tak Resmi

    DPR Soroti Antrean Haji Capai 20 Tahun, Berdampak Banyak Jemaah Coba Pakai Visa Tak Resmi

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] 34 WNI Pakai Visa Haji Palsu Dipulangkan | Hasto Tuduh Ada 'Orderan' soal Pemeriksaan di Polda Metro

    [POPULER NASIONAL] 34 WNI Pakai Visa Haji Palsu Dipulangkan | Hasto Tuduh Ada "Orderan" soal Pemeriksaan di Polda Metro

    Nasional
    Tanggal 8 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    UU KIA Disahkan, Ini Ketentuan Gaji Ibu Cuti 6 Bulan

    UU KIA Disahkan, Ini Ketentuan Gaji Ibu Cuti 6 Bulan

    Nasional
    Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, PKB: Ya Bagus, Ketum PSI...

    Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, PKB: Ya Bagus, Ketum PSI...

    Nasional
    Anggota Komisi V Yakin Basuki Bisa Gantikan Kinerja Kepala OIKN

    Anggota Komisi V Yakin Basuki Bisa Gantikan Kinerja Kepala OIKN

    Nasional
    Ahli: Jalan Layang MBZ Belum Bisa Disebut Tol

    Ahli: Jalan Layang MBZ Belum Bisa Disebut Tol

    Nasional
    KPK Benarkan 3 Saksi Harun Masiku Masih Satu Keluarga

    KPK Benarkan 3 Saksi Harun Masiku Masih Satu Keluarga

    Nasional
    Usut Korupsi 109 Ton Emas, Kejagung: Emas yang Beredar Tetap Bisa Dijual di Antam

    Usut Korupsi 109 Ton Emas, Kejagung: Emas yang Beredar Tetap Bisa Dijual di Antam

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com