Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monterado Awal Mula China di Kalbar

Kompas.com - 01/02/2011, 11:10 WIB

Tionghoa merupakan salah satu etnis dengan jumlah penduduk dominan di Kalimantan Barat selain etnis Dayak dan Melayu.

Awal kedatangan dan alasan etnis Tionghoa bermigrasi dari daratan Tiongkok ke Kalimantan Barat dapat ditelusuri di Monterado, sebuah desa kecil di Kabupaten Bengkayang.

Terik siang begitu menyengat bercampur pusaran debu saat kami menjejakkan kaki di Desa Monterado, Kecamatan Monterado, Kabupaten Bengkayang. Sejauh mata memandang, pasir menghampar dihiasi kubangan-kubangan air berwarna coklat.

Inilah sebuah kawasan yang pada tahun 1776 sudah sangat termasyhur dengan kekuatan kongsi pertambangan emasnya milik orang-orang Tionghoa. Sayangnya, jejak peradaban tambang kuno itu kini sudah hancur karena terus-menerus digempur pertambangan emas tradisional.

”Saya beruntung masih hidup walaupun cacat. Tubuh saya tertimbun longsor tanah dan pasir di pertambangan emas tradisional,” ujar Tito (35), bekas pekerja tambang emas tradisional di Monterado.

Sekretaris Desa Monterado Atus mengatakan, pada awalnya warga Monterado tak mengenal teknologi tambang emas walaupun tinggal di bekas kawasan pertambangan besar milik kongsi orang-orang Tionghoa. Monterado yang kini berpenduduk 5.000-an jiwa baru dieksploitasi ulang sejak kedatangan petambang asal Sanggau pada tahun 1990-an.

”Setelah era kongsi berakhir, tidak ada transfer teknologi pertambangan emas. Masyarakat Monterado justru belajar dari para pendatang,” ujar Atus.

Kini, jejak peradaban pertambangan emas milik kongsi-kongsi itu hampir lenyap. Pertambangan emas tradisional bahkan menggusur sejumlah makam kuno Tionghoa karena di bawahnya memiliki deposit emas.

Di Desa Monterado saja, kini terdapat setidaknya 50 titik pertambangan emas tradisional. Ditambah dengan beberapa desa lain di Kecamatan Monterado, jumlah pertambangan emas tradisional itu ada sekitar 130. Umumnya, para kelompok petambang menggunakan mesin guna menyedot lumpur untuk mendapatkan bijih emas.

Kandungan emas di Monterado semakin berkurang. Kini, setiap kelompok petambang hanya mendapatkan sekitar 3 gram setiap hari. Pada tahun 1990-an, ada beberapa kelompok petambang yang bisa mendapatkan bijih emas dalam hitungan ons (10-an gram) setiap hari. Ini menjadi bukti bahwa kongsi pertambangan China memiliki teknologi yang tinggi ketika itu untuk menemukan pusat deposit emas.

Monterado—dalam era kongsi tahun 1776 sampai tahun 1884—digambarkan oleh Yuan Bingling sebagai sebuah republik kecil. Dalam bukunya berjudul Chinese Democracies, A Study of The Kongsis of West Borneo (1776-1884), Bingling menuturkan bahwa kongsi di Montrado (kini disebut Monterado) memiliki mekanisme pemilihan ketua kongsi dan badan perwakilan serta konsep pengelolaan pajak mandiri walaupun wilayah itu masuk dalam Kesultanan Mempawah.

Para petambang China yang kemudian membentuk kongsi itu pada mulanya didatangkan oleh Kesultanan Mempawah untuk mengeksploitasi deposit emas yang ada di Monterado. Niat Kesultanan Mempawah itu dilatarbelakangi oleh petambang-petambang China yang berhasil mengeksploitasi emas di Pulau Bangka dan memperkaya Kesultanan Palembang.

Dalam perkembangannya, ada beberapa kongsi yang mengerjakan tambang selain di Monterado. Kongsi Monterado milik Fosjoen (M Heshun) merupakan satu dari tiga kongsi besar di Kalimantan Barat bagian barat yang dicatat oleh Mary Somers Heidues dalam bukunya, Golddiggers, Farmers, and Traders in the Chinese Districts of West Kalimantan, Indonesia. Kongsi pertambangan di Monterado berakhir pada tahun 1884 setelah Belanda makin kuat di wilayah Kalimantan Barat.

Budayawan Tionghoa, XF Asali, mengemukakan, orang-orang China yang datang ke Monterado adalah orang-orang Hakka yang memang memiliki budaya dagang yang kuat. ”Mereka juga merasa menjadi perantau sehingga solidaritas antarpetambang sangat kuat. Itu yang menjelaskan kenapa kongsi di Monterado menjadi sangat kuat,” katanya.

Asali menambahkan, rombongan puluhan ribu warga yang bermigrasi dari Tiongkok itu merupakan yang terbesar sejak masuknya orang-orang China ke Kalimantan Barat pada abad XIII. ”Setelah kongsi makin kuat, sebagian orang China kawin dengan orang-orang setempat, terutama orang Dayak, dan merekalah yang memelopori budidaya pertanian dan perkebunan di sebagian besar wilayah Kalimantan Barat. Sejak zaman kongsi itu, orang-orang China mulai menyebar ke berbagai daerah di Kalimantan Barat,” kata Asali.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Syarif Ibrahim Alqadrie mengatakan, semangat kongsi itu kini masih terwariskan dalam sejumlah komunitas orang China di Kalimantan Barat. ”Ada sejumlah komunitas China yang sangat kuat secara ekonomi. Itu karena solidaritas mereka sangat tinggi,” ujar Alqadrie. (a handoko)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com