JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pemerkosaan yang menimpa Rubingah, TKW asal Banjarnegara, oleh seorang mantan menteri Malaysia memang terpaksa kandas tanpa kelanjutan untuk dibawa ke ranah hukum karena permintaan korban sendiri. Namun, Migrant Care melihat kasus ini merupakan pengingat bagi pemerintah untuk segera menuntaskan revisi MoU antara Indonesia-Malaysia di bidang perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, Jumat (7/1/2011), dalam jumpa pers di Warung Daun, Cikini, Jakarta. "Kasus ini juga memberikan pelajaran kepada pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk segera menuntaskan revisi MoU antara Indonesia-Malaysia tentang perlindungan PRT migran," ujarnya kepada para wartawan.
Lebih lanjut, Anis mengungkapkan, revisi MoU tersebut akan menjadi instrumen hukum yang melindungi sekaligus meminimalisir kerentanan-kerentanan PRT mugran Indonesia terhadap berbagai bentuk pelanggaran HAM seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan perkosaan.
Empat hal Terdapat empat hal pokok pada MoU Indonesia-Malaysia yang kini tengah didesak Migrant Care untuk segera dirubah karena selama ini MoU tersebut hanya mendiskriminasikan tenaga kerja Indonesia (TKI). Empat hal tersebut yakni terkait dengan hari libur seminggu sekali, paspor yang harus dipegag PRT, gaji minumun, dan recruitment fee yang selama ini menjadi ladang bisnis para agen penyalur.
"Empat hal pokok itu yang selama dua tahun ini, saya melihat deadlock," ungkap Anis.
Deadlock terutama terjadi pada dua hal terakhir terkait dengan gaji minimum dan recruitment fee. "Targetnya akan rampung pada April 2011 kita lihat saja. Saya kira empat hal ini paling tidak bisa meminimalisir persoalan-persoalan yang selama ini berujung pakal karena PRT tidak punya kebebasan bergerak karena paspor ditahan," ucap Anis.
Selama ini, aku Anis, pemerintah Indonesia memang sering kali lupa atau tidak peduli atas laporan-laporan yang diberikan Migrant Care. Sedangkan pemerintah Malaysia, juga tampak tidak serius menyelesaikan persoalan kekerasan TKI migran.
"Hanya 40 persen vonis pengadilan terkait kekerasn PRT yang memang adil, sisanya sulit sekali menemukan keadilan. Inilah yang harus diperhatikan kedua negara," pungkas Anis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.