SAPARUA, KOMPAS
David Ayels (50), seorang petani di Negeri Saparua, Kecamatan Saparua, Kamis (6/1), menduga bergesernya masa panen raya cengkeh disebabkan cuaca yang tidak menentu.
Petani lainnya, Karel Kesaulya (40), menambahkan, selain faktor cuaca, penyebab lainnya adalah usia pohon cengkeh yang sudah puluhan tahun sehingga tidak produktif lagi. Kondisi itu diperparah lagi dengan perawatan pohon yang kurang baik.
”Petani berpikir tidak perlu merawat pohon, karena tetap dapat dipanen meski tiga tahun sampai lima tahun sekali. Biaya lebih besar memang harus dikeluarkan untuk merawat pohon, sehingga mereka khawatir biaya itu tidak sebanding dengan pendapatan saat panen,” ujar Karel.
Pada musim panen kali ini, setelah lima tahun tanaman cengkehnya tidak berbuah, Karel menuai hasil panen sekitar 100 kilogram (kg). Dengan harga jual cengkeh Rp 53.000 per kg, Karel bisa meraup pendapatan Rp 5,3 juta. Dari pendapatan itu, separuhnya habis untuk membayar pekerja yang membantu memanen cengkeh.
Buan (55), salah satu dari tiga pengepul cengkeh di Saparua, mengatakan, harga jual cengkeh memang tidak pernah stabil. Sebelum masa panen, biasanya harga masih Rp 60.000 per kg. Namun saat panen raya harga akan terus turun. Dalam dua tahun ini harga jual terendah cengkeh adalah Rp 43.000 per kg.
Ketidakstabilan harga, menurut Buan, menjadi faktor petani ragu-ragu untuk merawat tanaman. Petani juga ragu menanam pohon cengkeh baru untuk mengganti yang tua. ”Sayang sekali ini terjadi, karena permintaan cengkeh setiap tahun selalu besar. Berapa pun hasil petani selalu terserap oleh pembeli di Ambon, bahkan beberapa kali tidak cukup memenuhi permintaan pembeli,” katanya.