Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tindakan Intoleransi Naik 30 Persen

Kompas.com - 21/12/2010, 12:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama puluhan bahkan ratusan tahun, bangsa Indonesia mampu hidup berdampingan secara damai. Tidak ada bukti sejarah bahwa perbedaan etnis, budaya, bahasa, dan agama adalah sumber konflik. Ini disebut modal sosial yang memperkuat dan meneguhkan keragaman bangsa yang dikukuhkan dengan falsafah Bhinneka Tunggal Ika.

Sejak awal kemerdakaan, Indonesia sesungguhnya memiliki pengalaman bagus dalam mempraktikkan toleransi. Dari data yang dihimpun Moderate Muslim Society (MMS), dalam sepuluh tahun pertama Indonesia merdeka, kasus-kasus intoleransi belum pernah terjadi.

Kasus intoleransi baru terjadi pada sepuluh tahun kedua dengan dua kasus. Fenomena intoleransi menjadi semakin sering terjadi setelah orde baru berkuasaa, dan makin sering setelah orde baru tumbang. Puncaknya pada periode tahun 1995-2004, yang mencapai 180 kasus.

"Laporan MMS tahun 2010 mencatat telah terjadi 81 kasus intoleransi, meningkat 30 persen dari laporan tahun 2009 yang mencatat 59 kasus intoleransi," kata Zuhairi Misrawi ketua MMS dalam Laporan Toleransi dan Intoleransi tahun 2010 di Aula Paramadina Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (21/12/2010).

Zuhairi mengatakan, dari 81 kasus intoleransi, jenis kasus yang paling sering terjadi adalah 24 kasus penyerangan dan perusakan, 24 kasus penutupan dan penolakan rumah ibadah, 15 kasus ancaman, tuntutan dan intimidasi, 6 kasus penghalangan kegiatan ibadah, 4 kasus diskriminasi karena keyakinan, 3 kasus pembubaran kegiatan atas nama agama, 3 kasus kriminalisasi paham keagamaan, dan 2 kasus pengusiran.

Dari segi wilayah atau tempat, sepanjang tahun 2010 tindakan intoleransi paling banyak terjadi di wilayah Jawa Barat dengan 49 kasus, Jawa Timur dengan 6 kasus, DKI dengan 4 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 4 kasus.

Pelaku dan korban

Dari segi pelaku intoleransi, massa yang tidak diketahui dari mana menjadi pihak paling sering melakukan tindakan intoleransi, yakni dengan 33 kali. Negara juga melakukan tindakan intoleransi sebanyak 24 kali dan organisasi masyarakat (ormas) sebanyak 23 kali.

"Tiga besar pelaku intoleransi di atas tidak mengalami perubahan dari temuan MMS dalam laporan akhir tahun 2009. Pemerintah daerah atau pemerintah kota, polisi, dan satpol pp merupakan tiga aparatur negara yang paling sering melakukan tindakan intoleransi," kata Zuhairi.

Dari segi korban, MMS mencatat umat Kristiani dan pengikut Ahmadiyah menjadi korban paling sering menjadi sasaran baik dari pemerintah, ormas dan massa. Umat Kristiani mengalami perlakuan intoleransi sebanyak 33 kali, Ahmadiyah sebanyak 25 kali, dan kelompok yang dianggap sesat sebanyak 11 kali.

Zuhairi mengatakan, berdasar kategori intoleransi versi Karuna Center for Peacebuilding, hampir semua jenis dan tingkatan intoleransi kecuali genocide sudah terjadi. "Mulai dari penolakan atas status dan akses yang sama terhadap kelompok lain (restriction), pandangan yang menganggap kelompok lain lebih rendah (de-humanization), pengabaian hak-hak sipil, politik, dan ekonomi (opression), penyerangan (act of agression) hingga pengorganisasian pembunuhan massal (mass violence) sudah terjadi," paparnya.

"Ancaman intoleransi masih sangat mengkhawatirkan, bukan hanya karena tindakan intoleransi meningkat tajam. Namun, pihak-pihak yang sejatinya menjaga toleransi justru menjadi pelaku intoleransi," ujar Zuhairi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

    Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

    Nasional
    Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

    Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

    Nasional
    Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

    Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

    Nasional
    PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

    PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

    Nasional
    Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

    Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

    Nasional
    BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

    BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

    Nasional
    Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

    Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

    Nasional
    Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

    Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

    Nasional
    Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

    Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

    Nasional
    Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

    Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

    Nasional
    KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    Nasional
    Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

    Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

    Nasional
    Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

    Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

    Nasional
    Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

    Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

    Nasional
    Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

    Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com