Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Baru Setelah Timah

Kompas.com - 12/12/2010, 03:55 WIB

Ilham Khoiri

Sejak abad ke-19 Masehi, Pulau Belitong didatangi banyak orang karena kandungan timahnya. Namun, ketika pamor bahan tambang ini kian merosot tahun 1990-an, kawasan di Bangka Belitung ini seakan ditelantarkan. Kini, lewat novel ”Laskar Pelangi,” muncul harapan baru.  

Nama Belitong terkenal setelah Belanda mendirikan perusahaan pertambangan timah bernama Gemeenschappelijke Mijnbouwmaatschappij Billiton (GMB) tahun 1851. Perusahaan besar ini mendatangkan banyak pekerja dari berbagai kawasan di Nusantara, bahkan dari China. Mereka dikenal sebagai kuli kontrak.

Saderi (69), tokoh masyarakat di Gantong, Belitung Timur, menuturkan, kehidupan para pekerja itu dijamin perusahaan. Belanda memasok kebutuhan bahan pangan, sandang, dan papan mereka. Warga lokal yang tidak terkait pertambangan timah sulit mencicipi fasilitas itu.

Belitung kemudian menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan ketika Indonesia merdeka pada 1945. Perusahaan timah dikelola negara lewat PN Timah yang selanjutnya menjadi PT Timah Tbk. Hingga 1980-an, ketika pamor timah mentereng di dunia, kawasan ini masih diperhatikan.

Namun, pada pertengahan 1990-an, seiring dengan merosotnya harga timah dunia, pertambangan di Belitong ditutup. Pulau ini lantas seolah ditinggalkan begitu saja. Ketika penambangan liar mengeduk tanah di pulau itu sehingga bolong-bolong, kerusakan tersebut seperti didiamkan saja.

Kehidupan pulau tak banyak berubah meski kemudian berusaha mandiri sebagai Provinsi Bangka Belitung tahun 2000. Belitung dimekarkan menjadi Belitung (induk) dengan ibu kota Tanjung Pandan dan Belitung Timur dengan ibu kota Manggar. Kerusakan lingkungan akibat penambangan liar kian parah.

”Kami ketinggalan dalam pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur,” kata Saderi. 

Berubah

Perhatian masyarakat terhadap Pulau Belitong mulai berubah saat terbit novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, warga asli Desa Linggang, Gantong, Belitung Timur. Novel ini menceritakan perjuangan sekelompok anak kampung di kawasan itu dalam memperoleh pendidikan di tengah kesulitan ekonomi dan fasilitas. Buku terbitan Bentang Pustaka tahun 2005 itu terjual hingga sekitar lima juta eksemplar di pasaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com