JAKARTA, KOMPAS.com — Ekonom senior Rizal Ramli menegaskan, saat ini pola demokrasi yang terjadi di Indonesia adalah model demokrasi kriminal. Demokrasi model kriminal turut menyengsarakan rakyat Indonesia.
"Untuk dipilih, calon pemimpin harus nyogok rakyat. Sogok sana, sogok sini! Maka, begitu menjadi penguasa, mereka harus menjadi kriminal agar modal balik. Produk kebijakannya tak amanah," kata Rizal pada diskusi di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta, Rabu (8/12/2010).
Dikatakan Rizal, biaya perjalanan elite politik legislatif, eksekutif, dan yudikatif pada 2010 mencapai Rp 19,5 triliun. Padahal, anggaran jaminan kesehatan bagi rakyat miskin hanya Rp 4,5 triliun.
Rizal menyerukan agar demokrasi kriminal segera dihentikan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pembiayaan partai politik. Laporan keuangan partai politik harus transparan dan dapat diaudit.
Pada kesempatan tersebut, Rizal berharap para pemuka agama turut aktif terlibat dalam menyelesaikan masalah bangsa.
Dikatakan, pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, pasukan Indonesia tak mungkin menang melawan pasukan sekutu jika para pemuka agama saat itu, utamanya tokoh Nahdlatul Ulama, turut memberikan arti pada pergerakan perjuangan bangsa.
Rizal juga mencontohkan kasus Jerman yang pada suatu masa dipimpin oleh tokoh otoriter Adolf Hitler. "Mengapa Jerman, negara cerdas, negara yang banyak memiliki ahli filosofi dan musik, bisa dikuasai Hitler? Padahal, orang jahat sedikit. Ini tak lain karena banyak orang baik yang memilih diam dan tak melakukan perlawanan," kata Rizal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.