Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Menjadi Acuan Kemdagri

Kompas.com - 05/12/2010, 02:46 WIB

Jakarta, Kompas - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermasyah Djohan menegaskan, dalam menyusun RUU Keistimewaan Yogyakarta, pemerintah mengacu pada survei. Survei menunjukkan, 71 persen responden menghendaki pemilihan.

”Kami punya data survei, 71 persen rakyat DIY menghendaki pemilihan langsung,” kata Djohermasyah dalam Diskusi ”Daerah Istimewa Kecewa” di Trijaya FM, Jakarta, Sabtu (4/12).

Hasil survei Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) itu yang menjadi bahan pertimbangan pemerintah bahwa pengisian jabatan Gubernur-Wagub Yogyakarta melalui pemilihan.

Data survei yang menjadi pegangan Kemdagri itu bertolak belakang dengan hasil jajak pendapat Kompas yang dilakukan sejak tahun 2008 hingga 2010. Ketika ditanya apakah sebaiknya Gubernur DIY dipilih langsung oleh rakyat atau penetapan, sebagian besar masyarakat Yogyakarta menginginkan penetapan. Angkanya antara 53,5 persen dan 79,9 persen (Kompas, 2/12).

Pemerintah, kata Djohermasyah, sudah sejak lama mengakui keistimewaan Yogyakarta. Hal itu dibuktikan dengan penyusunan RUUK DIY. Kemdagri menargetkan, penyusunan naskah RUUK dapat segera diselesaikan sehingga sudah dapat diajukan kepada DPR pada Desember ini. Pemerintah menargetkan RUUK DIY sudah dapat disahkan menjadi undang-undang paling lambat tahun 2011.

Namun, para kepala desa siap memboikot pemilihan umum kepala daerah. ”Kami para kepala desa yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Saya dan teman-teman siap memboikot pemilu kepala daerah jika pemerintah tetap memaksakan pemilihan dalam RUUK DIY,” tutur Ketua Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara DIY Jiono seusai diskusi.

Jiono meminta pemerintah mempertimbangkan sejarah serta kearifan lokal Yogyakarta dalam menyusun RUUK DIY. Bagi masyarakat Yogyakarta, jabatan gubernur itu melekat pada Sultan Hamengku Buwono. Karena itulah masyarakat menginginkan Sultan HB dan Paku Alam otomatis ditetapkan jadi gubernur dan wakil gubernur. Keinginan itu sama sekali tidak didasari motif politik ataupun kekuasaan.

Ahli hukum tata negara, Irmanputra Sidin, dalam diskusi itu juga mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan kearifan lokal Yogyakarta. ”Kata kuncinya satu, yakni kearifan. Kearifan lokal dan kearifan Presiden dalam mengambil keputusan,” katanya.

Menurut dia, pengisian jabatan gubernur-wagub melalui mekanisme penetapan tidak melanggar konstitusi karena telah dijamin dalam Pasal 18 UUD 1945. Selain itu, seluruh perwakilan daerah pun telah menyepakati penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam yang sedang bertakhta menjadi Gubernur dan Wagub DIY.

”Itu sudah konstitusional, seluruh anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sudah menyepakati penetapan. DPD itu, kan, wakil dari seluruh daerah di Indonesia, jadi sebenarnya sudah selesai semua, sudah konstitusional,” papar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com