Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Datang Protokol Nagoya

Kompas.com - 22/11/2010, 03:21 WIB

Oleh Makarim Wibisono

Jauh dari sorotan publik di Tanah Air, pertemuan Negara-negara Pihak (COP) Konvensi Sumber Daya Hayati Ke-10 di Nagoya menghasilkan tiga kesepakatan utama.

Kesepakatan dari pertemuan yang berakhir pada 30 Oktober 2010 itu meliputi Protokol Nagoya, Revisi Rencana Strategis Pencapaian Tujuan Konvensi Sumber Daya Hayati (CBD) 2011-2020 dan Rencana Pelaksanaan Strategi Mobilisasi Dana.

Menteri Lingkungan Hidup Jepang Ryu Matsumoto, selaku Presiden COP 10, dengan bangga mengemukakan bahwa capaian produktif di Nagoya adalah cerminan kerja keras semua delegasi, kesediaan semua pihak bersikap lentur dan mau kompromi, serta kepedulian umat manusia pada masa depan Bumi.

Arti penting

Kalau pertemuan Kyoto tahun 1997 telah menghasilkan Protokol Kyoto yang monumental— tentang kesepakatan Negara-negara Pihak (Annex 1) dari Konvensi Perubahan Iklim untuk mengurangi secara signifikan emisi gas rumah kaca—Protokol Nagoya berisi capaian historis mengenai pelaksanaan CBD yang telah disepakati di Rio de Janeiro 18 tahun silam.

Selama ini, keunggulan gagasan CBD tak bisa diimplementasikan karena petunjuk pelaksanaannya berupa protokol belum ada. Maka, kelahiran Protokol Nagoya, yang lengkapnya adalah The Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization, sangat penting secara substantif.

Protokol Nagoya berisi aturan pemberian akses dan kemauan berbagi keuntungan secara adil dan setara atas pemanfaatan kekayaan sumber daya hayati. Ini merupakan kesepakatan kedua setelah Protokol Cartagena mengenai keamanan hayati (biosafety), yang mulai berlaku 2003.

Sebelum CBD lahir, penguasaan perusahaan besar atas kekayaan sumber daya hayati menghasilkan keuntungan berlimpah. Ini karena umumnya kekayaan sumber daya hayati tersebar di negara berkembang yang belum terjamah industrialisasi.

Negara maju beranggapan, kekayaan sumber daya hayati adalah warisan peradaban manusia (the common heritage of mankind). Semacam konsep res communis di hukum Romawi yang merujuk ke wilayah bukan milik siapa-siapa (belong to no one) yang bisa dimanfaatkan umum. Maka, perusahaan besar yang dapat mengembangkan sumber hayati menjadi produk teknologi tinggi seperti obat dan kosmetik bisa menjual produknya kembali ke negara asal sumber hayati dengan harga berlipat ganda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com