Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Mengurus Perceraian Sendiri?

Kompas.com - 19/11/2010, 14:34 WIB

KOMPAS.com - Mengakhiri sebuah pernikahan tentu bukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak aspek yang perlu diperhatikan. Namun, yang terpenting adalah kesiapan dan kemantapan seseorang saat mengambil keputusan untuk bercerai. Tak jarang, keputusan cerai diambil dengan tergesa-gesa dan penuh emosi. Rasa menyesal pun hadir belakangan.

Banyak sekali pasangan yang mengurus sendiri perceraian mereka. Meskipun prosesnya sedikit lebih rumit, namun hal ini tidak mustahil dilakukan. Kuncinya, bekali diri Anda dengan pengetahuan yang cukup dan jangan malu bertanya.

Jika Anda memutuskan tidak menggunakan bantuan dari pengacara maupun LBH di pengadilan, Anda tetap dapat berkonsultasi kepada mereka tentang tata cara perceraian. Peran konsultan hukum juga akan sangat membantu, kalau Anda memutuskan mewakili diri sendiri di depan hakim. Cara yang paling mudah adalah mendatangi pengadilan agama atau pengadilan negeri di wilayah Anda, dan tanyakan tata cara mengurus perceraian kepada petugas yang berjaga.

Sebagai panduan, inilah yang harus Anda lakukan jika hendak mengurus perceraian sendiri:
* Menyiapkan surat-surat yang berhubungan dengan perkawinan.

* Membuat kronologis permasalahan.
Penggugat menuliskan kronologis permasalahan rumah tangganya di kertas biasa. Kronologis ini berisi cerita lengkap pernikahan pasangan yang hendak bercerai, dari awal pernikahan hingga penyebab perselisihan sampai akhirnya memutuskan untuk bercerai. Cerita harus dibuat dengan sebenar-benarnya dan detail. Ini untuk memudahkan penggugat dalam menyusun surat gugatan nanti. Usahakan membuat alur cerita yang runtut dan jelas, sehingga hakim juga dapat dengan mudah mengerti alasan-alasan Anda menggugat cerai.

* Membuat surat gugatan cerai.
Dalam surat gugatan cerai, umumnya ada tiga poin yang biasa digugat, yaitu status untuk bercerai, hak pemeliharaan anak, dan hak mendapatkan harta gono-gini. Sebagai contoh, surat gugatan cerai biasanya berisi:

1. Identitas para pihak (Penggugat dan Tergugat)
Terdiri atas nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur dan tempat tinggal. Identitas para pihak juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan, dan status kewarganegaraan. Hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989.

2. Posita (dasar atau alasan gugat)
Atau istilah hukumnya adalah Fundamentum Petendi, berisi keterangan berupa kronologis sejak mulai perkawinan Anda dengan suami, peristiwa hukum yang ada (misal, lahirnya anak-anak), hingga munculnya ketidakcocokan antara pasangan yang mendorong terjadinya perceraian. Alasan-alasan yang diajukan dan uraiannya kemudian menjadi dasar tuntutan (petitum). Contoh posita misalnya:

• Bahwa pada tanggal … telah dilangsungkan perkawinan antara penggugat dan tergugat di….
• Bahwa dari perkawinan itu telah lahir … orang anak, yang bernama …, lahir di…., pada tanggal ….
• Bahwa selama perkawinan antara tergugat sering melakukan tindakan kekerasan seperti memukul, dan terjadi pada tanggal….
• Bahwa… dst.
• Bahwa berdasarkan alasan di atas cukup bagi penggugat mengajukan gugatan perceraian.

3. Petitum (tuntutan hukum)
Yaitu tuntutan yang diminta oleh istri sebagai Penggugat agar dikabulkan oleh hakim. Bentuk tuntutan itu misalnya:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com