Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta dan Mitos Emiria Soenassa

Kompas.com - 27/10/2010, 14:07 WIB

Emiria Soenassa tidak hanya meninggalkan lukisan, tetapi juga mitos tentang kehidupannya yang misterius. Kini 46 tahun sesudah kepergiannya, lukisan dan kisah hidup Emiria ditampilkan kembali dalam pameran bertajuk "Masa Lalu Selalu Aktual".

Pameran yang berlangsung pada 22-30 Oktober di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) ini menampilkan 28 lukisan Emiria. Sebagian besar lukisan yang dibuat antara tahun 1940-an hingga 1950-an tersebut merupakan koleksi keluarga Waworuntu.

Emiria melukis banyak tema. Dari karya-karya yang dipamerkan, ia melukis berbagai orang dari berbagai pulau di Indonesia modern, termasuk aktivitas mereka.

Ia melukis pematung Bali hingga pria Papua, dari perempuan Bali hingga perempuan Sulawesi lengkap dengan penanda khas mereka berupa pakaian ataupun penutup kepala. Ia juga melukis aneka bunga, dari lili, krisan, hingga flamboyan. Dengan cara itu, ia dinilai telah meletakkan visi keberagaman yang sekarang mengikat Indonesia modern.

Pada tulisan dalam katalog pameran, Hermanu selaku pengelola BBY mengatakan, Emiria adalah pionir pelukis perempuan Indonesia. Ia tercatat sebagai salah satu anggota Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) yang dimotori Sudjojono dan Affandi.

Karya-karyanya bergaya naif. Cenderung primitif. Ia melukis obyek dengan bebas tanpa beban norma-norma seni lukis saat itu. Ia melukis spontan menggunakan kuas dan goresan besar. Ia juga jarang mengolah warna menjadi sekunder maupun tersier.

Dengan karya-karya itu, ia langsung berhadapan dengan pelukis- pelukis gaya Mooi Indie. Ia banyak dikritik pedas. Namun, ia konsisten dengan gaya melukis yang dipilihnya hingga akhir hayatnya.

Tak dikenal

Sebagai salah satu sosok penting dalam sejarah perkembangan seni lukis modern Indonesia, karya-karya Emiria merupakan koleksi sangat berharga. Meski begitu, riwayat hidupnya tak banyak disinggung seperti ketika orang menyebut anggota Persagi lain.

Lahir tahun 1891, Emiria mencicipi kehidupan di bawah kolonial Belanda, Jepang, hingga Indonesia merdeka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com