Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernah Proklamasikan NDI

Kompas.com - 26/10/2010, 08:43 WIB

MALANG, KOMPAS - Tokoh sejarah misterius Tan Malaka terekam oleh para saksi sejarah militer periode perang kemerdekaan sempat menjadikan wilayah Malang untuk menyusun perlawanan dan metode perjuangan. Sejarawan Universitas Negeri Malang, Nur Hadi, menyebut Tan Malaka membentuk Pakta Kawi (Kawi Pact).

Hal itu diungkapkan Nur Hadi saat tampil bersama sejarawan peneliti Tan Malaka asal Belanda, Dr Harry A Poeze dan Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah SMA Pi’i di kampus Universitas Negeri Malang, Senin (25/11). Acara dibuka Dekan Fakultas Ilmu Sosial Prof Dr Hariyono.

Buku yang dikerjakan Nur Hadi dan Sutopo melalui riset sejarah berjudul Perjuangan Total Brigade IV pada Perang Kemerdekaan di Karesidenan Malang. Buku tersebut menyebutkan Tan Malaka pernah mendirikan Gerakan Pembela Proklamasi (GPP) tahun 1948 yang berbeda de- ngan pola perjuangan Soekarno – Hatta.

Tan Malaka masa itu menilai gerakan Soekarno – Hatta bersifat kompromi terhadap Belanda, sementara Tan Malaka menginginkan kemerdekaan 100 persen.

Berdasarkan wawancara dengan Muchlas Rowie, tokoh eks Brigade IV, paramiliter era perjuangan fisik 1948, menyebutkan keterlibatan sejumlah tokoh militer dengan GPP. ”Pertemuan yang semula bersifat militer untuk menghadapi blokade ekonomi Belanda di berbagai wilayah di Jawa, akhirnya membentuk GPP,” tulis Nur Hadi.

GPP dalam pandangan narasumber Nur Hadi tersebut dinilai berpindah haluan ke arah politik kiri dan ini menyebabkan sejumlah kesatuan keluar dari GPP. ”Pada suatu kesempatan pada bulan Januari 1949 telah diadakan pertemuan besar di Kali Tapak atau selatan Gunung Kawi. Saat itulah sejumlah batalyon mengundurkan diri,” tulis Nur Hadi.

Nur Hadi tidak merinci persis keberadaan Tan Malaka pada situasi ini karena riset yang dilakukannya berbasis riset sejarah militer.

”Saat muncul informasi bahwa Soekarno – Hatta tertangkap oleh Belanda pada 19 Desember 1948, Tan Malaka menilai Presiden dan Wakil Presiden sudah tidak ada sehingga Tan Malaka memproklamirkan berdirinya GPP di atas Gunung Kawi. Tan Malaka mengumumkan berdirinya Negara Demokrasi Indonesia dan menunjuk dirinya sebagai Presiden,” kata Nurhadi mengutip narasumber militernya.

Pesan yang jelas tertangkap melalui riset itu justru merupakan penegasan para tokoh militer bahwa mereka tidak termasuk GPP. Sebaliknya, mengungkap sejarah inisiatif Tan Malaka yang luar biasa pada periode krisis ketidakjelasan masa depan Republik Indonesia hasil proklamasi setelah agresi militer Belanda.

Orde Baru

Dr Harry Poeze mengatakan, selama Orde Baru tak seorang pun sejarawan berkebangsaan Indonesia mampu menulis Tan Malaka karena Orde Baru berusaha menghapus peran Tan Malaka. Bahkan. peran Soekarno sekalipun berusaha direndahkan sebisa mungkin.

”Sehingga peran saya sejak tahun 1973 menyelesaikan disertasi tentang Tan Malaka dan terus meneliti Tan Malaka dari sumber riset di Eropa dari berbagai jejak internasional Tan Malaka, justru dimungkinkan karena saya berada di Eropa,” katanya .

Harry harus mengerjakan riset ke lima benua, harus menguasai sejumlah bahasa untuk bisa menelusuri perjalanan perjuangan Tan Malaka sebagai tokoh Indonesia yang berhasil menembus organisasi Komintern, dan duduk sejajar dengan para politisi Komintern internasional (organisasi ideologi komunis internasional yang berpusat di Moskow pada zaman itu, pada era merajalelanya ideologi dunia yang ekspansif).

Harry Poeze menjelaskan, makam di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, yang diklaim sebagai makam Tan Malaka, berdasarkan riset ilmiahnya.

Menurut Harry, penelitian uji DNA tulang belulang laki-laki yang dikubur di Kediri itu gagal dilakukan karena materinya terlalu sedikit.

Harry mengatakan, selanjutnya penelitian DNA dipindahkan ke Korea Selatan yang dinilai lebih maju. Namun, hasilnya belum diperoleh sampai sekarang, meski penelitian di Korea itu sudah memakan waktu sekitar satu tahun.

Harry menayangkan film pendek 7 menit yang menunjukkan proses pembongkaran makam laki-laki yang diyakini Harry dan tim risetnya, termasuk tim kedokteran forensik dari Ru- mah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, sebagai makam Tan Malaka. Film tersebut juga menampilkan keponakan Tan Malaka, atau anak adik kandung Tan Malaka, Kamaludin, yang dijadikan rujukan genetik uji DNA.

Menurut Harry, deskripsi fisik laki-laki itu sesuai dengan ciri Tan Malaka sesuai dengan dugaan gaya rambut ke atas, tubuh kecil tinggi 160 cm, dengan fakta unik bahwa tangan laki-laki itu berada di bagian belakang tubuhnya.

Sejarawan Asvi Warman Adam dalam film menyatakan, pembongkaran makam itu bukan pembongkaran makam biasa. Akan tetapi, langkah besar bangsa ini untuk mendapatkan hak memahami sejarah sosialnya sebagai salah satu hak dasar kebangsaannya. (ODY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com