Dr Harry Poeze mengatakan, selama Orde Baru tak seorang pun sejarawan berkebangsaan Indonesia mampu menulis Tan Malaka karena Orde Baru berusaha menghapus peran Tan Malaka. Bahkan. peran Soekarno sekalipun berusaha direndahkan sebisa mungkin.
”Sehingga peran saya sejak tahun 1973 menyelesaikan disertasi tentang Tan Malaka dan terus meneliti Tan Malaka dari sumber riset di Eropa dari berbagai jejak internasional Tan Malaka, justru dimungkinkan karena saya berada di Eropa,” katanya .
Harry harus mengerjakan riset ke lima benua, harus menguasai sejumlah bahasa untuk bisa menelusuri perjalanan perjuangan Tan Malaka sebagai tokoh Indonesia yang berhasil menembus organisasi Komintern, dan duduk sejajar dengan para politisi Komintern internasional (organisasi ideologi komunis internasional yang berpusat di Moskow pada zaman itu, pada era merajalelanya ideologi dunia yang ekspansif).
Harry Poeze menjelaskan, makam di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, yang diklaim sebagai makam Tan Malaka, berdasarkan riset ilmiahnya.
Menurut Harry, penelitian uji DNA tulang belulang laki-laki yang dikubur di Kediri itu gagal dilakukan karena materinya terlalu sedikit.
Harry mengatakan, selanjutnya penelitian DNA dipindahkan ke Korea Selatan yang dinilai lebih maju. Namun, hasilnya belum diperoleh sampai sekarang, meski penelitian di Korea itu sudah memakan waktu sekitar satu tahun.
Harry menayangkan film pendek 7 menit yang menunjukkan proses pembongkaran makam laki-laki yang diyakini Harry dan tim risetnya, termasuk tim kedokteran forensik dari Ru-
Menurut Harry, deskripsi fisik laki-laki itu sesuai dengan ciri Tan Malaka sesuai dengan dugaan gaya rambut ke atas, tubuh kecil tinggi 160 cm, dengan fakta unik bahwa tangan laki-laki itu berada di bagian belakang tubuhnya.
Sejarawan Asvi Warman Adam dalam film menyatakan, pembongkaran makam itu bukan pembongkaran makam biasa. Akan tetapi, langkah besar bangsa ini untuk mendapatkan hak memahami sejarah sosialnya sebagai salah satu hak dasar kebangsaannya.