JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR didesak untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
Selama ini para pembela HAM di Indonesia seringkali mendapat ancaman dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
Dalam upaya perlindungan kepada para pembela HAM di Indonesia, Presiden juga didesak untuk memerintahkan kepada jajarannya agar melaksanakan rekomendasi Wakil Khusus Sekjen PBB untuk Situasi Pembela HAM, Hina Jilani.
"Tiga tahun setelah kedatangan Hina Jilani ke Papua pada Juni 2007, situasi para pembela HAM di Papua tidak mengalami perubahan. Aparat keamanan, antara lain polisi, militer dan intelijen masih melakukan kekerasan terhadap Para Pembela HAM di Papua," ungkap Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, Jumat (22/10/2010) di Jakarta.
Dia mengatakan, target kekerasan adalah perorangan maupun organisasi yang memberi kritik kebijakan pemerintah, mulai dari aktivis Dewan Adat Papua hingga para pemimpin agama.
Pada April 2009, Polda Papua menyerbu kantor Dewan Adat Papua dan menangkap 17 mahasiswa yang berada di sana. Tuduhannnya, melakukan upaya makar dan membawa senjata api serta senjata tajam.
Setelah melalui proses interogasi, polisi akhirnya menahan tiga mahasiswa dengan tuduhan membawa senjata tajam dan senjata api.
Menurut Poengky, pemerintah jarang sekali melakukan upaya proses hukum tindakan kekerasan aparat keamanan. Terlebih lagi, di Papua yang sudah dilabeli sebagai daerah separatis.
Oleh karena itu, pelanggaran HAM terhadap para pembela HAM maupun masyarakat sangat jamak terjadi di Papua. "Label separatis tersebut justru digunakan sebagai pembenar bagi penggunaan kekerasan aparat dengan alasan untuk membasmi separatisme," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.