Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Transaksional ala Korban Pelanggaran HAM

Kompas.com - 18/10/2010, 04:14 WIB

Jejeran lapak digelar di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, sekitar pukul 08.00, Minggu (17/10). Ada berbagai lapak, antara lain lapak kasus Semanggi, kasus Trisakti, korban 1965, penculikan aktivis, dan lapak Talangsari. Beberapa lapak juga menyajikan ”menu” makanan, seperti bubur Lapindo, bakso tembak Trisakti, dan soto peluru Semanggi.

Ibarat pasar kaget, di tengah keramaian arus lalu lintas dan lalu lalang orang yang berolahraga di sekitar Monas, berbagai aktivitas di pasar muncul. Ada topeng monyet, ada musik dangdut. Penjual teh botol dan tukang ketupat dengan sendirinya berdatangan ke pasar kaget.

Melalui lapak yang digelar di aspal, keluarga korban dan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjajakan berbagai kasusnya. ”Kami mau menjual kasus penculikan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus beli dan menuntaskan karena selama ini dia hanya janji-janji,” kata Tuti Koto, orangtua Yani Afri, korban penculikan.

Pagi itu, keluarga korban pelanggaran HAM dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengadakan pasar ”lupa”. Kegiatan pasar ”lupa”, mirip pasar kaget, dilakukan untuk memperingati setahun pemerintahan Yudhoyono-Boediono.

Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar mengungkapkan, pasar adalah tempat orang bertemu. Penjual menyediakan bahan kebutuhan yang bisa dibeli dan dikonsumsi. ”Banyak bahan konsumsi yang selama ini menumpuk,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Haris, diharapkan ada pembeli yang membeli, menggodok, atau memasak bahan konsumsi itu. Dengan demikian, bahan itu tidak menumpuk serta dapat dimasak dan dimakan.

Kegiatan yang dilakukan keluarga korban kasus pelanggaran HAM itu memang salah satu politik transaksional ala korban. Politik transaksional diharapkan tidak hanya terjadi di kalangan elite politik, seperti anggota legislatif dan tokoh politik, tetapi juga dengan korban pelanggaran HAM.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban Yati Andriyani mengungkapkan, Presiden Yudhoyono seharusnya melakukan politik transaksional tidak hanya dengan elite politik, tetapi juga dengan keluarga dan korban pelanggaran HAM.

Politik transaksional dapat dilakukan dengan mengonsumsi kasus itu untuk ditangani dan diselesaikan. Selama ini Presiden hanya janji dengan keluarga korban. Padahal, rekomendasi DPR terkait kasus pelanggaran HAM sudah sangat jelas.

Pakar komunikasi politik Effendi Gazali mengungkapkan, pasar lupa yang dibuat keluarga korban menunjukkan tingkat frustrasi sosial korban yang tinggi. Namun, frustrasi itu disalurkan melalui cara yang kreatif.

Menurut Effendi, ada beberapa penyebab orang, termasuk pejabat negara, sering lupa, misalnya kurang gizi dan tidak pernah merasakan apa yang dialami korban. (fer)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com