JAKARTA, KOMPAS.com — Penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) oleh Kejaksaan Agung terkait kasus Bibit-Chandra dinilai merupakan akar masalah dari dampak putusan Mahkamah Agung yang kini diributkan.
Pasalnya, alasan yang disertakan Kejaksaan Agung dalam mengeluarkan SKPP itu dinilai aneh karena merupakan alasan sosiologis ketimbang alasan yuridis yang lebih kuat.
Demikian disampaikan anggota Tim Pembela Bibit-Chandra (TPBC), Taufik Basari, Selasa (12/10/2010), seusai pertemuan dengan mantan anggota Tim Delapan dengan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta.
"Yang jadi akar persoalan dari masalah ini adalah penerbitan SKPP yang alasannya aneh. Itu kan ibarat penyakit. Kalau kita mau menyembuhkan, kita harus lihat akar penyakitnya dulu. Kalau untuk kasus ini, akar penyakitnya ada pada alasan yang aneh itu," ujar Taufik.
Sebagaimana diberitakan, Kejaksaan Agung menerbitkan SKPP terhadap kasus Bibit-Chandra dengan alasan sosiologis menggunakan pertimbangan kepentingan umum. Padahal, dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, alasan yuridis SKPP dikeluarkan hanya ada tiga, yaitu tidak cukup bukti, bukan pidana, dan ditutup demi hukum.
"SKPP yang dikeluarkan memang memiliki alasan yang aneh dan memang sengaja dibuat lemah," ujar Taufik. Oleh karena itu, menurutnya, yang paling tepat dan menunjukkan konsistensi Kejaksaan Agung adalah dengan menerbitkan SKPP baru.
Pasalnya, dalam memori Peninjauan Kembali, Kejaksaan Agung sudah mengakui bahwa surat cegah tangkal untuk Anggoro Widjojo dan Djoko Chandra yang dikeluarkan Bibit-Chandra itu sesuai dengan undang-undang dan adanya uang Anggodo ke Ary Muladi juga tidak berkaitan dengan Bibit-Chandra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.