Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Surati Dubes, Minta Tolak Visa DPR

Kompas.com - 11/10/2010, 03:25 WIB

Jakarta, kompas - Koalisi Penegak Citra Dewan Perwakilan Rakyat mengirim surat ke delapan kedutaan besar negara yang menjadi tujuan studi banding anggota DPR. Mereka berharap negara-negara tujuan studi banding ini menolak visa yang diajukan anggota DPR.

Koalisi ini terdiri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesia Budget Center (IBC), Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International (TI) Indonesia, dan sejumlah lembaga lain. ”Surat kami kirimkan pada Senin (11/10) ke delapan kedutaan besar di Indonesia, antara lain Jerman, Perancis, Inggris, Jepang, Korea Selatan, India, dan China,” kata Ronald Rofiandi, peneliti PSHK.

Menurut Ronald, DPR abai terhadap kritik publik terkait studi banding mereka. Kini, DPR berencana melakukan studi lagi. Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan dari Komisi XI berencana ke Inggris, Perancis, dan Jerman, selain juga ke Jepang dan Korea Selatan. Panitia Kerja RUU Transfer Dana berencana ke Swiss dan Jepang. Komisi II DPR berencana ke India dan China terkait studi informasi sistem dan kependudukan.

Fahmi Badoh dari ICW mengharapkan para duta besar dan pemerintah yang menjadi tujuan perjalanan dinas para anggota DPR peduli dengan masalah yang ramai dikritik di Indonesia. ”Sebaiknya negara tujuan menolak pengajuan visa anggota DPR jika mereka peduli dengan transparansi penggunaan uang wajib pajak dan peduli masalah korupsi,” kata Fahmi.

Menurut Fahmi, alasan studi banding untuk mencari masukan dalam pembuatan undang-undang mengada-ada karena banyak cara lain yang bisa ditempuh, seperti mengundang ahli. Hasil studi banding juga tak jelas. ”Tak pernah ada publikasi hasil perjalanan dinas mereka ke luar negeri,” katanya.

Selain itu, studi banding juga menjadi ajang korupsi. ”Saat studi banding, DPR biasa membawa keluarga. Mereka menggunakan pesawat yang sama, hotel yang sama, juga dijemput oleh kedutaan besar kita di luar negeri sehingga rawan penyalahgunaan fasilitas negara,” kata Fahmi.

Roy Salam dari IBC mengatakan, publik tak tahu jumlah uang yang dihabiskan untuk studi banding. ”Mereka tidak transparan. Dari catatan BPK, ada dana Rp 350 miliar yang tak bisa dipertanggungjawabkan dalam studi banding di dalam dan luar negeri DPR tahun 2007-2008. Kami menduga hal ini masih terjadi,” katanya.

Roy juga mendesak BPK melakukan audit investigatif mengingat besarnya dana yang dialokasikan untuk studi banding. ”Anggaran tahun 2010 untuk studi banding Rp 170 miliar,” katanya. (AIK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com