Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perebutan Minyak dan Perang Pasifik di Tarakan

Kompas.com - 09/10/2010, 03:55 WIB

Ambrosius Harto Manumoyoso dan Defri Werdiono

Brutal dan tak ada ampun! Sekitar 300 serdadu Belanda dari Batalyon 7 Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger atau KNIL hari itu dieksekusi Jepang meskipun mereka telah menyatakan menyerah, kalah perang, kepada Jepang.

Mengapa begitu brutal? Ternyata, beberapa hari sebelum eksekusi itu terjadi, tepatnya 12 Januari 1942, pasukan Belanda yang dibantu KNIL baru saja menenggelamkan dua kapal perang Jepang. Pasukan Belanda menghujani enam kapal penyapu ranjau Jepang dengan meriam dari perbukitan Peningki dan Karungan di Kelurahan Mamburungan, Pulau Tarakan, Kalimantan Timur.

Saat diserang, kapal-kapal Jepang itu sedang mendekati pesisir tenggara Tarakan sembari mengibarkan bendera putih. Akibat serangan itu, kapal W13 dan W14 milik Angkatan Laut Jepang hancur bersama hampir semua awaknya.

Ulah serdadu Belanda dan KNIL di Mamburungan—yang tidak mengetahui bahwa pasukan Belanda di Jawa telah menyerah setelah saluran telepon diputus oleh Jepang dan menganggap bendera putih sebagai siasat lawan—itu akhirnya bisa dihentikan atas bujukan Komandan Garnisun Belanda Overste (Letnan Kolonel) S de Waal. Belanda bersedia menyerah dengan janji amnesti dari Jepang. Sayangnya, janji itu diingkari. Jepang tetap mengeksekusi para serdadu dari Mamburungan.

Bukti-bukti serangan itu masih ada hingga kini. Di Peningki, misalnya, meriam-meriam dan bungker segi empat masih berdiri tegap dalam radius ratusan meter dari pantai. Meski beberapa bagiannya sudah tidak lengkap, termasuk coretan vandalisme, meriam-meriam ini masih gagah dengan moncong menghadap ke laut. Bahkan, pangkal meriam yang pecah akibat dihancurkan sendiri oleh serdadu Mamburungan juga masih tampak.

Dari arah meriam-meriam itu bisa dibayangkan bagaimana Belanda dulu bisa leluasa melihat kedatangan lawannya yang berada di lautan, untuk kemudian menghancurkannya.

Selain meriam, serdadu Belanda juga menghancurkan sumur dan pompa pengeboran minyak yang dibangun oleh Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), perusahaan perminyakan Belanda di Tarakan.

Bekas penghancuran itu pun masih bisa dilihat, antara lain 22 menara pompa minyak yang tersebar di Kampung Empat dan Kampung Enam, Tarakan Timur. Tidak jauh dari tempat itu juga ada tangki hitam besar yang kini berisi air untuk membersihkan minyak (wash tank).

Penghancuran instalasi dimaksudkan agar Jepang tidak mendapat minyak untuk memobilisasi pasukan dalam Perang Pasifik, bagian dari Perang Dunia II, 1942-1945. Namun, prediksi Belanda keliru. Produksi minyak saat dipegang Jepang justru meningkat menjadi empat kali lipat dibandingkan BPM. Volume minyak yang sebelumnya 80.000 ton menjadi 350.000 ton per bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com